search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Makna Tradisi Endog-endogan Saat Maulid Nabi di Banyuwangi
Sabtu, 8 Oktober 2022, 19:39 WITA Follow
image

bbn/jatimnow.com/Makna Tradisi Endog-endogan Saat Maulid Nabi di Banyuwangi.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, BANYUWANGI.

Hampir semua desa di Banyuwangi meriahkan Peringatan hari lahirnya Nabi Muhammad SAW setiap 12 Rabiul Awal jatuh pada Sabtu (8/10) dengan tradisi endog-endogan. 

Telur dihias dengan bunga kertas dan ditancapkan di pohon pisang berhias serta diarak keliling kampung atau ditaruh di masjid. Sembari membaca syair pujian pada Nabi Muhammad yang ada di kitab Al-Barjanzi.

"Tradisi ini merupakan bentuk ekspresi kecintaan masyarakat Banyuwangi kepada baginda Nabi Muhammad. Sebagai ungkapan rasa syukur, kami menyisihkan sebagian rezeki untuk berbagi dengan tetangga meski hanya berupa telur dan seancak nasi," ungkap Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani, Sabtu (8/10).

Kegiatan tersebut, menurut Ipuk, patut untuk dilestarikan. Karena hal itu, tidak hanya sebagai ekspresi nilai-nilai religiusitas, namun juga memperkuat keeratan sosial dan keguyuban di tengah masyarakat. (sumber: merdeka.com)

"Inilah bentuk nyata dari nilai utama Pancasila tentang gotong royong. Semua masyarakat terlibat dalam menyukseskan kegiatan," terangnya.

Nilai-nilai gotong royong inilah, lanjut Ipuk, sebagai sesuatu yang harus senantiasa dijaga. "Dengan kultur gotong royong yang kuat, bisa menjadi modal dasar bagi pembangunan bagi pemerintah daerah," imbuhnya.

Dikabarkan, pada hari utama perayaan maulid ini, terdapat sejumlah daerah yang melakukan kirab endhog-endhogan dalam skala besar. Di antaranya di Dusun Glondong, Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari, Desa Sraten, Kecamatan Cluring dan di Desa Genteng Wetan, Kecamatan Genteng. Serta di sejumlah desa lainnya dengan skala yang beragam.

Seperti yang dihadiri oleh Wakil Bupati Banyuwangi Sugirah di Kecamatan Blimbingsari, Banyuwangi. Menurut Sugirah, tradisi arak-arakan Kembang Endhog tersebut, tak hanya berlangsung dalam satu hari saja. 

"Ini dilakukan selama bulan Maulud (Rabiul Awal), bahkan di bulan Bakda Mulud (Rabiul Akhir)," terangnya.

Tradidi Endog-Endogan sendiri telah berlangsung sangat lama di Banyuwangi. Setidaknya sejak paruh pertama abad 20. Hal ini sebagaimana terkonfirmasi dalam Cathetan Raden Sudira yang melakukan riset tentang Banyuwangi pada awal 30-an atas perintah dari peneliti Belanda, Theodoore Pigeaud.

"Dalam manuskrip yang kini tersimpan di Perpustakaan Universitas Indonesia itu, diterangkan tentang makanan yang tersaji pada perayaan Maulid Nabi. Yakni, ancak dan endog-endogan sebagaimana yang dikenal saat ini," ungkap penulis buku Islam Blambangan, Ayung Notonegoro.

Dalam cerita lisan masyarakat Banyuwangi, imbuh Ayung, tradisi tersebut konon pertama kali dicetuskan oleh KH. Abdullah Faqih dari Cemoro, Songgon. 

"Di setiap sisi Endog-Endogan ini, adalah nilai filosofis yang melambangkan ajaran Islam. Seperti telur yang terdiri dari tiga lapis menunjukkan lapisan spiritual, mulai dari iman, islam (syariat) dan ihsan," paparnya.

Editor: Robby

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami