Marak Kasus LPD di Bali, Marwahnya Perlu Dipertanyakan Kembali
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, BADUNG.
Maraknya kasus korupsi yang menyeret pengurus Lembaga Perkreditan Desa (LPD) akhir-akhir ini dinilai membuat citra lembaga adat ini tercoreng. Maka itu selain pembenahan tata kelola, juga perlu memperkuat LPD dari sisi aturan Perda dan Perarem untuk menjaga marwahnya sebagai lembaga keuangan desa adat.
Hal ini terungkap dalam acara diskusi publik dengan tema "Eksistensi LPD di Ujung Tanduk, Kembalikan Marwah LPD Sebagai Lembaga Keuangan Desa Adat" yang diselenggarakan Yayasan Karma Sabda Nusantara, pada Sabtu, 27 Agustus 2022 di Sempidi, Badung. Diskusi menghadirkan 2 narasumber yakni, Pengamat Ekonomi dan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis universitas Udayana, Prof Dr Wayan Ramantha SE, MM, Ak., CPA dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana sekaligus Praktisi Advokat Dr Made Gde Subha Karma Resen, SH., M.Kn.
Menurut Prof Ramantha, persentase LPD yang bermasalah lebih sedikit dibandingkan lembaga keuangan resmi lainnya yang juga mengalami kasus baik itu dalam bentuk Koperasi Simpan Pinjam dan BPR di Bali.
"Sebanyak 1.436 LPD di Bali yang bermasalah ga beda jauh dengan lembaga sejenis simpan pinjam koperasi di Bali sebanyak 900 lebih dan 134 BPR banyak juga yang tutup dan bermasalah," ujarnya.
Ia mengharapkan hal ini tidak perlu diekspos secara berlebihan. "Kita tidak perlu memborbardir, bahwa ada masalah ya, ini yang mesti kita perbaiki," katanya.
Namun, kata dia, tidak hanya kondisi internal LPD yang menjadi penyebab masalahnya, namun juga diakibatkan kondisi pandemi covid-19. Maka itu, upaya untuk memperbaiki kemudian mengevaluasi Perda dan menghubungkan dengan perarem desa agar sesuai dengan tujuan pendirian LPD dalam membantu adat.
"Ketika LPD bermasalah sesungguhnya desa adat yang masalah," katanya.
Dalam menangani persoalan LPD yang berkasus, Prof Ramantha mengusukan untuk mengombinasikan antara hukum nasional dan hukum adat serta memperkuat LPD dengan perbaikan tata kelola dan SDM yang perlu pembenahan.
Menyinggung adanya kerugian negara dalam kasus korupsi LPD, Prof. I Wayan Ramantha mengatakan jika nomenklatur APBD yang diserahkan Pemerintah Daerah ke LPD diubah menjadi hibah, maka itu artinya pemerintah daerah mengakui selama ini ada “penyertaan modal”.
Padahal menurut peraturan keuangan, pemerintah daerah bukanlah lembaga keuangan, dan bukan pemilik LPD. LPD sepenuhnya adalah milik krama Desa Adat.
“Padahal yang dirugikan adalah krama adat. Tidak ada kerugian negara di LPD. Putusan pengadilan terhadap korupsi LPD sangat tidak memenuhi rasa keadilan Krama Adat, karena modal dan uang di LPD adalah milik Krama Adat. Ini aneh,” ujar Prof. I Wayan Ramantha.
Ramantha berharap, penegakan hukum dan penegakan prinsip-prinsip keuangan dapat berjalan seirama dalam membantu penegakan jalan LPD, guna menunjang kemandirian Desa Adat di Bali.
Sementara, Dr Made Gde Subha Karma resen, SH., M.Kn menjelaskan kedudukan LPD dalam UU No 1 Tahun 2013 menempatkannya dalam kedudukan yang istimewa. Namun kekhususan ini menimbulkan dampak ketika dihadapkan pada persoalan hukum.
Terutama kaitannya sebagai lembaga keuangan negara yang diatur dalam UU No 17 2003 memberikan pengertian yang luas. Salah satunya soal pengeluaran daerah dalam bentuk hibah untuk pembentukan LPD. Maka itu, ia menyarankan Kasus LPD yang substansinya sebagai lembaga adat harusnya bisa diselesaikan secara adat.
"Namun ketika masyarakat melaporkannya ke kejaksaan maka penegak hukum tidak bisa diam sebagai bentuk perlindungan kepada warga negara. Nah saat ini lah keberadaan LPD diuji dalam peradilan," sebutnya.
Momen inilah, menurutnya marwah LPD akan dapat dikembalikan fungsinya sebagai lembaga keuangan desa adat. Dalam mengembalikan marwahnya tersebut, Subha Karma menyarankan untuk mencari rasionalitas pengaturan LPD dengan pendekatan pilihan-pilihan yang rasional, yakni, pilihan nilai (keberadaan nilai-nilai budaya dan agama), pilihan motif (tujuan atau orientasi awal berdirinya LPD) dan pilihan cara yang menganut penerapan tata kelola managemen LPD yang sehat dan tangguh.
Editor: Robby
Reporter: bbn/rob