Mengenal Maestro Topeng I Made Regug, Usia Bukan Batasan
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, GIANYAR.
Made Regug adalah Maestri Topeng asal Bali yang aktif berkarya hingga usia senjan. Ia menjadi penerima penghargaan Tokoh Pelestari Topeng tahun 2015 dari Dinas Kebudayaan Kabupaten Gianyar. Made Regug meninggal pada bulan Juli 2021 di usia 86 tahun.
Dimasa tuanya Ia juga masih sering diminta untuk membuat topeng yang dipergunakan untuk Sesuhunan maupun Topeng untuk pementasan.
Membuat Topeng sudah dijadikan tumpuan hidup. Dengan menari Topeng, Made Regug bisa menghidupi keluarganya. Bahkan hingga membiayai sekolah cucu-cucunya. Made Regug membesarkan anak dan cucunya dengan lungsuran dari banten yang diberikan kepadanya saat pentas Nopeng.
Ia pernah membagikan pengalamnnya di dunia seni yang ia geluti
Dikisahkan Made Regug, sejak tahun 1974 sudah mulai menari Topeng Pajegan bersama seniman Topeng lawas seperti Made Kakul. Seluruh Bali sudah pernah ia sambangi termasuk 4 kali ke Nusa Penida.
Transportasi yang jaman dahulu tak secanggih saat ini, mengharuskan Made Regug menaiki perahu. Perjalanan ditempuhnya selama berjam-jam untuk tiba di Nusa Penida.
Selain itu, Made Regug juga berkesempatan pentas Topeng di Surabaya, Lombok dan Jepang atas permintaan pemerintah.
Diungkapkan Made Regug, pentas Topeng pada jaman dahulu tak seperti saat ini yang dijemput memakai mobil. Melainkan, ia sendiri naik sepeda untuk tiba di tempat tujuan. Bahkan berangkatnya bisa sehari sebelum pentas.
“Yen ke Klungkung, jam 4 sore sampun berangkat. Kal pentas buin manine,” terang Made Regug.
Tapi hal tersebut tidak membuatnya berkecil hati, sebab penghargaan terhadap seniman topeng pada waktu itu sangat tinggi.
“Baru tiba di lokasi sudah dilayani dengan baik, katung dibawakan dan tidak pernah diberikan nasi bungkus, pasti mewadah wanci,” jelasnya.
Selain itu, antusias masyarakat untuk menonton juga sangat tinggi. Bahkan hingga dini hari pun pementasan, masyarakat masih setia untuk menonton.
“Dulu karena minim hiburan, topeng menjadi satu-satunya tontonan yang menarik. Terutama prembon. Setiap ada odalan, Prembon pasti diminta untuk pentas,” ujarnya.
Untuk mementaskan prembon, Made Regug bergabung bersama seniman lain dengan konsep bun-bunan. Saat tiba di lokasi pementasan, barulah ditentutkan siapa berperan sebagai apa dan lampahan apa yang akan dibawakan.
“Topeng prembon paling lais jaman dulu karena minim hiburan. Kanti kelemah nak mebalih, beda dengan sekarang ukuran 2 jam saja pentas sudah selesai. Kalau dulu pementasan topeng sampai habis-habisan tapel,” jelasnya.
Waktu muda, Made Regug belajar membuat dan menari topeng secara otodidak dari banyak guru di Batuan dan di Singapadu. Beraneka jenis tapel pun bisa ia buat dengan ekspresi yang begitu kuat. Sebut saja misalnya tapel Dedalem, Rangda, Pasung Grigis, Gajah Mada, Tapel Luh, hingga Bebondresan.
“Apa yang diminta bisa tyang buatkan. Untuk masalah bagus dan tidaknya itu tergantung penilaian orang lain,” ungkapnya.
Tapel hasil karya Made Regug memiliki nilai seni tinggi karena menggunakan pewarna alami. Bahkan jika diuangkan, nilainya mencapai jutaan rupiah. Hanya saja, diakui untuk kalangan pragina (penari Bali) yang memintanya untuk membuatkan satu prancak tapel, dirinya tak bisa mematok harga.
“Kalau sama orang Bali sulit ngasi harga, tyang terima seberapa ia mampu bayar. Asalkan ia benar-benar tulus dan bisa menjaga tapel itu dengan baik,” jelasnya.
Hasil karya Made Regug tak sampai dipasarkan ke luar, namun telah beredar ke seluruh Bali. Kebanyakan orang mendatangi rumahnya untuk memesan tapel. Bahan alami yang digunakan dibuat sendiri. Untuk cat menyerupai kulit manusia dibuat dari tulang babi guling dan tanduk menjangan.
Bahan-bahan tersebut dibakar sampai menjadi tepung kemudian diulek hingga halus. Baru kemudian ditambahkan ancur Prancis. “Warna Bali tidak bisa mati. Bahkan semakin lama ia akan tampak semakin bagus. Akan tampak persis seperti warna kulit manusia,” jelasnya.
Selain itu, warna alami juga didapatkan dari mangsi saat pembuatan minyak tandusan (lengis tandusan). Untuk menyelesaikan satu tapel, diperkirakan membutuhkan waktu minimal 10 hari. Mulai dari mencari bentuk, mengukir hingga memulas. Dalam membuat topeng, Made Regug nampaknya punya taksu tersendiri dengan membuatnya di sebuah gubuk reot.
Gubuk tersebut berada tak jauh dari kediamannya. Dengan dibantu tongkat bambu kecil, Made Regug berjalan perlahan menuju lokasi workshopnya.
“Disini tempatnya asri, tenang untuk bekerja. Di tempat ini juga tyang dapat inspirasi bagaimana membuat tapel sesuai keinginan pemesan,” jelasnya.
Reporter: bbn/tim