search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Pancasila dari Pidato Sukarno 1 Juni Hingga Pengesahan PPKI
Kamis, 1 Juni 2023, 16:06 WITA Follow
image

beritabali.com/cnnindonesia.com/Pancasila dari Pidato Sukarno 1 Juni Hingga Pengesahan PPKI

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, NASIONAL.

Sejak 2016 silam, rakyat Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila saban 1 Juni ini. Hari Lahir Pancasila itu diperingati secara resmi dalam kalender nasional Indonesia berdasarkan Keppres Nomor 24 Tahun 2016.

Pancasila yang diatur dalam konstitusi sebagai dasar negara Indonesia adalah buah dari rapat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Rapat itu sejatinya digelar mulai 29 Mei 1945 ketika para anggota BPUPKI membahas mengenai dasar-dasar Indonesia merdeka.

Lalu Pada 1 Juni 1945, Sukarno berpidato di depan sidang BPUPKI memperkenalkan pidato yang kemudian dikenal sebagai cikal bakal Pancasila.

Mengutip dari situs resmi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) disebutkan, "1 Juni segenap komponen bangsa dan masyarakat Indonesia berkomitmen untuk memperingati Hari Lahir Pancasila sebagai bagian dari pengarusutamaan Pancasila sebagai panduan dalam seluruh bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara."

Mengutip dari buku Risalah Sidang BPUPKI-PPKI terbitan Sekretariat Negara, disebutkan saat sidang kedua BPUPKI, Sukarno berpidato menyampaikan gagasannya mengenai konsep awal Pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia. Pidato itu pada awalnya disampaikan Sukarno secara aklamasi tanpa judul.

Pidato itu kemudian mendapat sebutan 'Lahirnya Pancasila' dari mantan Ketua BPUPKI Radjiman Wedyodiningrat dalam kata pengantar buku yang berisi pidato yang kemudian dibukukan BPUPKI.

Pada sidang BPUPKI di Gedung Chuo Sang In (saat ini Gedung Pancasila di Jalan Pejambon, Jakarta Pusat), Sukarno menyampaikan pidato panjang yang menjelaskan pandangannya tentang 5 prinsip dasar negara Indonesia.

Prinsip pertama yakni kebangsaan, kedua internasionalisme (perikemanusiaan), ketiga prinsip mufakat perwakilan rakyat (demokrasi), keempat kesejahteraan, dan kelima prinsip ketuhanan.

Kelima prinsip tersebut Sukarno namai dengan sebutan Pancasila yang berarti lima dasar.

"Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi," kata Sukarno yang disambut tepuk tangan riuh peserta sidang.

Setelah sidang pertama dilakukan, 38 anggota BPUPKI sepakat untuk membentuk panitia Kecil yang beranggotakan 9 orang yakni Sukarno (Ketua), Moh Hatta, Moh Yamin, Achmad Soebardjo, AA Maramis, Abikoesno Tjokrosujoso, Abdul Kahar Muzakir, Wahid Hasjim, dan Agus Salim.

Mereka bertugas untuk merumuskan dasar Negara Indonesia dari pendapat dan pidato yang telah disampaikan pada sidang pertama BPUPKI. Salah satunya, pidato Sukarno.

Polemik Piagam Jakarta

Pada 22 Juni 1945 Panitia Sembilan berhasil merumuskan sebuah naskah rancangan pembukaan hukum dasar (Undang-Undang Dasar) yang disebut sebagai Piagam Jakarta.

Salah satu kalimat dalam piagam tersebut sempat menuai kontroversi lantaran dianggap memihak kepada salah satu agama tertentu.

"Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya," bunyi kalimat dalam Piagam Jakarta tersebut.

Pada saat rapat besar Sidang Kedua BPUPKI tanggal 10 Juli 1945, piagam tersebut juga disampaikan Sukarno. Peserta sidang juga tak ada yang mempermasalahkan pembukaan rancangan UUD tersebut.

Berdasarkan buku autobiografi Hatta yang berjudul Mohammad Hatta: Memoir (1979), baru pada 17 Agustus 1945 sore, dia mendapat kabar penolakan soal rancangan pembukaan UUD tersebut.

Hatta menerima kabar itu dari salah satu opsir angkatan laut Jepang (Kaigun) yang berkuasa di wilayah Indonesia bagian timur dan Kalimantan.

Pada buku tersebut, Hatta mengaku lupa nama petugas tersebut. Namun, ia mengatakan opsir Kaigun itu menjelaskan kepada dirinya bahwa wakil-wakil Protestan dan Katolik di wilayahnya bertugas merasa terdiskriminasi akibat salah satu kalimat yang berbunyi 'Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya'

Sukarno juga mendengar kabar penolakan tersebut. Lalu, keesokan harinya yakni pada 18 Agustus 1945, Kasman Singodimedjo diminta Sukarno untuk hadir membicarakan masalah tersebut.

Merujuk pada buku Hidup Itu Berjuang: Kasman Singodimedjo 75 Tahun (1982), Sukarno tidak hadir dan diwakilkan ke Mr. Hasan.

Masalah tersebut akhirnya dibicarakan bersama oleh Moh Hatta, Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, dan Kasman sebelum rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dimulai.

Atas kesepakatan tersebut, kata-kata yang ditolak akhirnya dihapuskan demi menyertakan kawasan Indonesia Timur dalam berdirinya Indonesia.

Rapat Pengesahan UUD oleh PPKI

Pada 18 Agustus 1945. rapat pengesahan Undang-Undang Dasar Indonesia dilaksanakan PPKI di Gedung Chuo Sang In

Salah satu kalimat yang sebelumnya dipermasalahkan karena dianggap diskriminatif diubah menjadi 'Ketuhanan yang Maha Esa' dan disetujui secara bulat oleh seluruh anggota sidang.

Pancasila 'Sukarno' yang meletakkan sila Ketuhanan di sila kelima yang disampaikan pada saat pidato sidang BPUPKI pertama juga diubah dan dirumuskan bersama menjadi sebagai berikut :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Kelima dasar yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang dasar tersebutlah yang hingga kini kita kenal sebagai Pancasila dan menjadi dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.(sumber: cnnindonesia.com)

Editor: Juniar

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami