search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
PBB: Kekerasan Seksual Jadi Siasat Militer Rusia di Ukraina
Senin, 17 Oktober 2022, 09:46 WITA Follow
image

beritabali.com/cnnindonesia.com/PBB: Kekerasan Seksual Jadi Siasat Militer Rusia di Ukraina

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DUNIA.

Perwakilan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Kekerasan Seksual, Pramila Patten, mengungkapkan Rusia menggunakan kekerasan seksual dan pemerkosaan dalam strategi militernya di Ukraina.

"Seluruh indikasinya terlihat," kata Patten dalam wawancara bersama AFP pada Kamis (13/10). Patten menjawab pertanyaan soal apakah tindak pemerkosaan digunakan sebagai senjata di Ukraina.

"Ketika perempuan disekap selama berhari-hari dan diperkosa, saat Anda mulai memerkosa anak laki-laki dan laki-laki, saat Anda melihat mutilasi genital, ketika Anda mendengar perempuan mengatakan tentara Rusia dilengkapi dengan Viagra, itu jelas adalah strategi militer," ujarnya.

"Dan ketika para korban melaporkan apa yang dikatakan [tentara Rusia] ketika melakukan pemerkosaan, itu jelas merupakan taktik yang disengaja untuk tidak memanusiakan korban."

Selain itu, Patten mengungkapkan PBB telah memverifikasi "lebih dari seratus kasus" pemerkosaan dan kekerasan seksual sejak perang dimulai.

Patten juga menuturkan kasus kekerasan seksual pertama dilaporkan hanya "tiga hari setelah invasi Ukraina" dimulai, yakni pada 24 Februari. Kasus ini juga sempat diangkat PBB dalam laporan yang diterbitkan pada September akhir.

Patten mengatakan laporan tersebut "mengonfirmasi kejahatan kemanusiaan" oleh pasukan Rusia berdasarkan testimoni yang dikumpulkan.

"Rentang umur korban kekerasan seksual yakni dari empat hingga 82 tahun," ujar Patten.

Patten juga menuturkan kebanyakan korban adalah perempuan dan remaja perempuan. Namun, ada pula laki-laki dan anak laki-laki yang menjadi korban.

"Banyak kasus kekerasan seksual terhadap anak yang diperkosa, disiksa, dan dijadikan sandera," kata Patten.

"[Namun] kasus yang dilaporkan bak seujung gunung es [sangat sedikit]," lanjutnya.

"Sangat sulit mendapatkan data statistik yang terpercaya dalam konflik aktif, dan angkanya tidak akan pernah menggambarkan realitas sebenarnya, sebab kekerasan seksual merupakan kejahatan yang terjadi secara diam-diam [yang kebanyakan kurang dilaporkan]."

Sebagaimana diberitakan AFP, penggunaan pemerkosaan sebagai senjata perang telah dilaporkan di beberapa konflik dunia, dari Bosnia hingga Kongo.

Namun, perang di Ukraina menjadi titik balik sikap internasional atas isu tersebut.

"Sekarang ada kemauan politik untuk melawan impunitas, dan ada konsensus hari ini terkait fakta pemerkosaan dijadikan sebagai taktik militer, taktik teror," kata Patten.

"Apakah karena sekarang terjadi di pusat Eropa? Mungkin saja itu," lanjutnya.

Ukraina dan Rusia telah terlibat perang sejak Presiden Vladimir Putin memerintahkan operasi militer khusus pada Februari. Perang keduanya sudah berlangsung hingga hampir delapan bulan, tetapi upaya penyelesaian masih tetap abu-abu.

Malahan, Putin memutuskan menerapkan mobilisasi parsial, membuat warga Rusia berbondong-bondong berupaya kabur dari negara itu.(sumber: cnnindonesia.com)

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami