Penanganan Kasus Penyegelan Kantor LABHI Bali Dinilai Lamban
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Aktivis dan pengamat sosial, I Nyoman Mardika mengungkapkan rasa kangennya saat masa kepemimpinan Petrus Reinhard Golose sebagai Kapolda. Hal ini lantaran Bali terbilang aman dari aksi premanisme dan juga aksi kriminal jalanan lainnya.
Kala itu, Petrus Reinhard Golose menindak aksi premanisme dengan tegas dan terukur yang seharusnya menjadi contoh estafet dalam kepemimpinan di Polda Bali.
"Bisa dibilang kangen (Golose) dalam proses pemberantasan soal premanisme. Polisi adalah aparat negara dan polisi tidak boleh kalah dengan preman," paparnya ketika disinggung soal aksi penyegelan kantor LABHI-Bali di Jalan Badak Agung oleh sekelompok orang.
Di mana, kasus ini terkesan terkatung-katung, bahkan kabarnya penyidik Polresta Denpasar belum melakukan gelar perkara. Informasi terakhir, penyidik sudah memanggil dan meminta keterangan 15 orang saksi.
Sebagaimana diketahui, pada 19 Mei 2023 sekitar Pukul 12.30 WITA. Kantor Lembaga Advokasi Dan Bantuan Hukum Indonesia (LABHI)-Bali yang terletak di Jalan Badak Agung Utara, Blok C, Renon, Denpasar, didatangi dua orang pria yang diduga preman.
Dua pria itu menaruh mobil Feroza dengan plat nomor DK 448 GK tepat berada di pintu keluar dan masuk kantor sambil berteriak-teriak dan mengakibatkan sejumlah staf dan tukang yang bekerja menjadi ketakutan.
Pihak pemilik kantor dalam hal ini Made "Ariel" Suardana pun menanyakan persoalan tersebut kepada pengelola kawasan yang bernama Pak Inti dan juga anak raja Denpasar, Turah Mayun. Namun, didapat jawaban dengan nada pemerasan meminta sejumlah uang.
Atas kasus ini, Ariel Suardana akhirnya membuat pengaduan ke Polresta Denpasar dengan Nomor: 120/V/2023/ SPKT. UNIT RESKRIM / POLSEK DENTIM/POLRESTA DPS / POLDA BALI, Tertanggal 20 Mei 2023 Unit Reskrim dari Kantor Polisi Sektor Denpasar Timur dan perkara tersebut saat ini masih dalam proses penyelidikan.
"Bukannya terlapor menyadari kesalahannya, namun pada tanggal 23 Mei 2023 terlapor kembali berulah dengan mengerahkan sejumlah preman dan tukang- tukang yang bekerja disana untuk menyegel secara permanen kantor tersebut menggunakan kayu dan papan, sehingga kantor tidak bisa difungsikan kembali," ungkap Mardika, sembari menambahkan seharusnya baik terlapor dan pelapor tetap berpegang pada proses hukum.
"Tidak zamannya permasalah hukum diselesaikan dengan kekerasan atau preman. Baik pelapor maupun terlapor merasa percaya diri dan benar. Ada baiknya diselesaikan dengan cara hukum," ucapnya.
"Kasus Badak Agung (Penyegelan Kantor LABHI-Bali) preseden buruk dalam penyelesaian masalah di Denpasar. Hendaknya kelompok warga sipil di Denpasar khususnya, dan Bali pada umumnya menolak tindakan premanisme," tukasnya.
Editor: Robby
Reporter: bbn/bgl