search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Percepatan Transportasi Publik Berkelanjutan Perlu Kolaborasi Pusat dan Daerah
Jumat, 21 Oktober 2022, 21:07 WITA Follow
image

beritabali/ist/Percepatan Transportasi Publik Berkelanjutan Perlu Kolaborasi Pusat dan Daerah.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, BADUNG.

Beberapa catatan perlu diperhatikan agar sektor transportasi ke depan diharapkan selalu berorientasi jangka panjang (berkelanjutan) dan memberikan dampak positif terhadap indikator-indikator pembangunan lainnya.

“Akibat kemacetan, peningkatan 1 persen urbanisasi di Indonesia hanya menghasilkan peningkatan 1,4 persen PDB per kapita. Pembangunan sistem transportasi massal adalah solusinya, tetapi saat ini, tantangan mewujudkan hal tersebut masih seputar kelembagaan, perencanaan, serta keterbatasan fiskal daerah,” kata perwakilan Direktorat Transportasi Kementerian PPN Akhmad Fais Fauzi, pada sesi kedua Sustainable Transportation Forum 2022 bertajuk “Perkembangan Transportasi Umum di Indonesia: Langkah untuk Kolaborasi”, Jumat (21/10/2022).

Fais melanjutkan, belum ada lembaga yang mampu mengintegrasikan pembangunan, pengelolaan transportasi perkotaan metropolitan lintas moda dan lintas administrasi. Kapasitas fiskal juga menjadi sorotan, di mana hanya DKI Jakarta yang memiliki kemampuan untuk membangun MRT, LRT, BRT, dan moda lainnya. Beberapa pemerintah daerah (pemda) kesulitan untuk memenuhi, padahal amanat Undang-Undang telah mendesentralisasikan angkutan umum massal menjadi tanggung jawab pemda.

Pasal 158 Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun 2009 menyebutkan bahwa angkutan massal berbasis jalan memiliki empat syarat, yakni bus berkapasitas angkutan massal, lajur khusus, trayek yang tidak berimpitan, dan adanya angkutan pengumpan. 

Namun, jika dikaitkan dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sektor perhubungan dikategorikan ke dalam nonpelayanan dasar. Hal ini menyebabkan alokasi anggaran bergantung pada komitmen tiap pemimpin daerah.

“Kami mencoba mengelaborasi pembiayaan alternatif apa saja dapat digunakan untuk pengembangan angkutan umum. Dari sisi regulasi, ada beberapa skema pendanaan yang tersedia, dengan menekankan pada aspek kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah. Beberapa opsi pembiayaan, antara lain sinergi APBN dan APBD, pinjaman daerah, obligasi dan sukuk daerah, pinjaman luar negeri, serta hibah,” ujar Principal Advisor Sutri Nama dan Indobus Achmad Zacky Ambadar.

Dukung Elektrifikasi

Di Indonesia, 26 persen emisi karbon di sektor energi berasal dari sektor transportasi. Selain kendaraan bermotor pribadi, transportasi publik menyumbang hampir separuh emisi transportasi karena kilometer tempuhnya yang tinggi. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah ini adalah dengan melakukan dekarbonisasi sektor transportasi dengan beralih ke moda transportasi yang lebih bersih, yaitu implementasi bus listrik.

Namun, elektrifikasi transportasi publik masih menghadapi berbagai tantangan, termasuk dalam segi pembiayaan karena harga penyediaan armada dan fasilitas pendukung yang masih lebih mahal.

“Dukungan pemerintah dan political will sangat penting dalam menentukan keberhasilan elektrifikasi transportasi publik. Di India, pemerintah memberikan subsidi pengadaan bus listrik hingga 40 persen dan menjadikannya lebih kompetitif dibandingkan dengan bus konvensional. Bahkan, inovasi terkini dilakukan melalui penyelenggaraan bulk procurement. Skema ini memungkinkan pembelian armada listrik dalam jumlah banyak, sekitar 5.000 unit, sehingga mereka mendapatkan harga lebih murah daripada bus berbasis diesel,” jelas Direktur ITDP Asia Tenggara Faela Sufa.

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami