Putin: Kyiv dan Barat Ingin Tentara Rusia Saling Bunuh
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DUNIA.
Presiden Vladimir Putin menunding Ukraina dan Barat menginginkan perang saudara terjadi di Rusia. Hal itu disampaikan sekitar dua hari setelah tentara bayaran Rusia, Wagner Group, malah balik serang negara tersebut.
Hal itu disampaikan Putin dalam pernyataan resmi pertamanya setelah kelompok tentara yang dipimpin Yevgeny Prigozhin melakukan pemberontakan dan tiba-tiba pula mengakhirinya pada Sabtu (25/6).
"Persis pembunuhan saudara yang diinginkan musuh Rusia: baik neo-Nazi di Kyiv maupun Barat sebagai pelindung mereka, dan segala macam pengkhianat nasional,"
"Mereka ingin tentara Rusia saling membunuh," ujar Vladimir Putin seperti diberitakan AFP, Senin (26/6).
Ia pun kemudian memperingatkan upaya menyebarkan kerusuhan di Rusia, negara yang telah ia kuasai sekitar dua dekade, itu bakal gagal. Menurutnya, hal itu dikarenakan solidaritas sipil di Rusia.
Putin juga kemudian menawarkan Wagner untuk menandatangani kontrak dengan tentara atau pergi ke negara tetangga, Belarus. Namun, ia tak menyebutkan nama Yevgeny Prigozhin sama sekali dalam pernyataan resminya.
"Hari ini Anda (Wagner) memiliki kemungkinan untuk terus melayani Rusia dengan menandatangani kontrak dengan kementerian pertahanan atau lembaga penegak hukum lainnya,"
"Atau untuk kembali ke keluarga dan orang-orang dekat Anda. Siapa pun yang ingin bisa pergi ke Belarusi," kata Putin.
Pemberontakan 24 jam di Rusia berakhir dengan kesepakatan yang ditengahi Belarus saat pejuang Wagner mendekati Moskow, dengan Kremlin mengatakan Prigozhin telah setuju pergi ke pengasingan di Belarus.
Putin kemudian mengadakan pertemuan dengan pejabat tinggi keamanannya mengenai pemberontakan tersebut.
Pertemuan itu termasuk Menteri Pertahanan Sergei Shoigu, target utama para pejuang Wagner yang memberontak. Itu pertama kalinya Shoigu terlihat di depan umum sejak pemberontakan pada akhir pekan.
Sebelumnya, Yevgeny Prigozhin menyatakan membatalkan "kampanye" demi mencegah pertumpahan darah. Menurutnya, aksi dilakukan untuk menyoroti ketidakadilan, bukan untuk melengserkan pemerintahan di Rusia.
"Kami pergi sebagai pedemo untuk protes, bukan untuk menggulingkan pemerintah negara," kata Prigozhin dalam pesan audio berdurasi 11 menit yang dirilis di aplikasi pesan Telegram.
"Pawai kami menunjukkan banyak hal yang kami diskusikan sebelumnya: masalah serius keamanan di negara ini," katanya seperti diberitakan Reuters, Senin (26/6).
Meski telah bersuara, Prigozhin belum membeberkan keberadaannya saat ini.
Sementara itu, Presiden AS Joe Biden telah lebih dulu menyatakan sama sekali tak terlibat dalam pemberontakan Wagner Group, begitu pula dengan negara sekutu lainnya.
"Kami menegaskan sama sekali tidak terlibat, kami tidak ada hubungannya dengan hal tersebut," kata biden dalam komentar pertamanya terkait pemberontakan Wagner pada Senin (26/6).
"Mereka setuju dengan saya bahwa kami harus memastikan bahwa kami tidak memberi (Presiden Rusia Vladimir) Putin alasan untuk menyalahkan ini pada Barat dan menyalahkan ini pada NATO," katanya.(sumber: cnnindonesia.com)
Editor: Juniar
Reporter: bbn/net