Tanggapan Pakar Hukum Terkait Kasus Penyegelan Kantor LABHI Bali
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Guru Besar Hukum Pidana dan Kriminolog Universitas Udayana (Unud) Prof. Dr. I Ketut Rai Setiabudhi, SH., menanggapi kasus penyegelan Kantor Lembaga Advokasi Dan Bantuan Hukum Indonesia (LABHI)-Bali di Renon, Denpasar.
Rai Setiabudhi menilai langkah penyegelan kantor LABHI Bali oleh sekelompok orang bisa dikategorikan sebagai tindakan main hakim sendiri atau ilegal.
Hal ini karena yang melakukan bukan aparat yang berwenang atau penegak hukum. Meski, dari pihak yang melakukan penyegelan memiliki alasan yang melatarbelakangi tindakan mereka.
Di mana, pelapor dalam hal ini I Made "Ariel" Suardana menuding bahwa penyegelan itu dilakukan oleh oknum yang diduga preman suruhan. "Penyegelan di luar aparat tidak boleh itu, ini negara hukum," katanya menanggapi pertanyaan awak media, Kamis 20 Juli 2023.
Diketahui bersama, Kantor LABHI-Bali pada Jumat, 19 Mei 2023 sekitar Pukul 12.30 WITA tiba-tiba di datangi dua orang yang diduga preman dan menaruh mobil Feroza dengan plat nomor DK 448 GK tepat berada di pintu keluar dan masuk kantor sambil berteriak-teriak dan mengakibatkan sejumlah staf dan tukang yang bekerja menjadi ketakutan.
"Apa pun tindakan yang tidak resmi, termasuk main hakim sendiri. Apa kewenangan menyegel, tidak boleh itu," imbuhnya.
Di mana menurut Ariel, pihaknya sudah menghubungi terlapor terkait penyegelan kantor lembaga bantuan hukum yang baru saja di pelaspas tersebut ke pada pihak terlapor.
Namun, jawaban yang diterima membuat ia bergidik. Sebab, ada ancaman membakar kantor dan permintaan sejumlah uang.
Kondisi makin tidak terkendali di mana pihak terlapor pada tanggal 23 Mei 2023 mengerahkan sejumlah preman dan tukang- tukang yang bekerja disana untuk menyegel secara permanen kantor tersebut menggunakan kayu dan papan, sehingga kantor tidak bisa difungsikan kembali.
Namun demikian, Prof. Rai Setiabudi dalam pandangannya sebagai ahli hukum pidana tidak mau berspekulasi terkait siapa yang benar dan salah dalam kasus ini. Hanya saja, dari kacamata keilmuan.
Untuk kasus pidana kuncinya ada dua. Yakni, ada yang membahayakan, siapa yang membahayakan, siapa yang merugikan dan bukti-buktinya ada. "Itu saja kunci dari pidana," tegasnya.
Perlu dicatat, dalam kasus pidana yang dicari adalah kebenaran materiil secara faktual benar-benar terjadi karena terkait hak asasi manusia. "Bicara penanganan kasus tentu harus selesai secara cepat, biaya murah, dan penyelesaiannya sederhana," ingat dia.
Editor: Robby
Reporter: bbn/bgl