search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Tumpahan Minyak di Teluk Bima Kali Kedua Terjadi
Kamis, 28 April 2022, 18:50 WITA Follow
image

beritabali/ist/Tumpahan Minyak di Teluk Bima Kali Kedua Terjadi.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, NTB.

Pihak Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Walhi) NTB menduga pencemaran di Teluk Kota Bima disebabkan oleh tumpahan limbah minyak di sekitar pantai. 

Ini merupakan kali kedua terjadinya tumpahan minyak di perairan Kota Bima. Hal itu berdasarkan data dan informasi yang dihimpun tim Walhi NTB.

Gumpalan diduga tumpahan limbah minyak yang berwarna cokelat tersebut terjadi sejak dua hari yang lalu. Sampai saat ini, pencemaran tersebut dinilai semakin parah dengan adanya busa dan buih yang sudah mengental berwarna kecoklatan di seluruh area pantai. Buih beraroma kurang sedap hingga menyebabkan kematian biota laut.

Direktur Walhi NTB, Amri Nuryadin melalui keterangan pers Rabu (27/4) menyesalkan, pihak PT Pertamina (Persero) yang kegiatan usahanya berada di sekitar perairan tersebut belum memberikan klarifikasi sehingga terus jadi bola liar.

Dengan semakin parahnya kondisi tersebut, Walhi NTB mendesak pemerintah setempat agar segera melakukan tindakan pencegahan yang konkret, termasuk dengan melakukan uji laboraturium terhadap limbah tersebut.

Sebelumnya, pada tahun 2020 tumpahan minyak juga pernah terjadi di perairan laut Pelabuhan Bima hingga ke Kelurahan Kolo Kota Bima, pada saat pembongkaran Minyak Marine Fuel Oil (MFO) atau minyak hitam oleh Pelindo III Bima, Nusa Tenggara Barat.

Terjadinya persitiwa tersebut karena pihak Pertamina yang tidak menjalankan standar operasional prosedur (SOP) dalam bongkar-muat minyak di pelabuhan.

Apabila pemerintah abai dalam menanggulangi pencemaran tersebut, Walhi NTB akan mengambil tindakan tegas terhadap kasus pelanggaran tersebut, dan akan menempuh jalur hukum apabila diperlukan.

“Jika pemerintah atau aparat terkait tidak bertindak cepat, Walhi NTB akan melakukan upaya-upaya sebagaimana diatur dalam UU PPLH (Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup) nomor 32 tahun 2009,” tegas Amri.

Dalam undang-undang tersebut dijelaskan, pelaku tindak kejahatan pidana terhadap pencemaran lingkungan terkait kelalaian dan atau kesengajaan melakukan dumping limbah dikenakan hukuman pidana selama tiga tahun penjara dan dikenakan denda maksimal Rp3 Miliar (Pasal 105 UU PPLH, Tahun 2009), dan pelaku dumping limbah di perairan Indonesia, dikenakan pidana dengan hukuman penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun, beserta denda paling sedikit Rp4 Miliar dan Paling banyak Rp12 Miliar.

Amri juga menegaskan bahwa, berdasarkan peraturan Pemerintah Nomor 109, tahun 2006, tentang penanggulangan keadaan darurat di laut, pasal 1, ayat 1, bahwa: terjadinya tumpahan, maupun peristiwa serupa lainnya tidak boleh dianggap enteng, apalagi diabaikan.

“Pertamina harus melakukan klarifikasi atas kegiataan usahanya apakah hal ini merupakan akibat dari kegiatan usahanya karena terdekat dengan wilayah yang tercermar. Tidak boleh bungkam tanpa tanggapan dan klarisifikasi apapun. Pemerintah harus sigap dan segera bertindak cepat,” pungkas Amri.

Merespons fenomena buih warna cokelat di Teluk Bima, PT Pertamina Patra Niaga akhirnya bersikap. Perusahaan plat merah ini bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup di Kabupaten Bima, guna meneliti penyebab adanya fenomena tersebut mulai Rabu (27/4).

Area Manager Communication & CSR Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus, Deden Mochamad Idhani, menuturkan bahwa Pertamina hingga saat ini terus berkoordinasi dengan instansi terkait agar ada titik terang mengenai penyebab peristiwa munculnya cairan mirip jely foam itu.

Sehingga diminta kepada semua pihak agar tidak terburu buru membuat kesimpulan.

“Dimohon kepada para pihak untuk mendapatkan konfirmasi dari yang berwenang dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bima,” tegas Deden.

Sebagai perusahaan dengan unit operasi yang berada di dekat lokasi kejadian, Pertamina  akan terus bekerjasama dan berkoordinasi dengan para pihak tersebut sampai hasilnya bisa disimpulkan.

Kesempatan itu, ia juga mengklarifikasi bahwa selama ini dalam menjalankan operasinya, Pertamina senantiasa menerapkan aspek HSSE (Health, Safety, Security dan Environment).

Sebuah sistem keselamatan kerja yang berstandar Internasional untuk menjamin operasi berjalan aman bagi karyawan, masyarakat dan lingkungan.

Reporter: bbn/lom



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami