search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Meski Dilarang, Lawar Penyu Masih Dijual Bebas
Selasa, 9 Juli 2013, 15:02 WITA Follow
image

foodspotting.com

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Meski sudah ada larangan tentang perdagangan penyu di Bali, namun faktanya masih ada pedagang yang menjual lawar (makanan khas Bali) berbahan daging penyu. Menu nasi lawar penyu ini bahkan dijual bebas secara terang-terangan.

Dari hasil pantauan beritabali.com di lapangan, pedagang nasi lawar penyu antara lain terdapat di kawasan Desa Ketewel. Nasi lawar penyu plus sate dan kuah ini, dijual di sebuah ruko di sisi selatan jalan by pass Ida Bagus Mantra.

Satu porsi nasi lawar penyu di tempat ini dijual seharga Rp 40 ribu. Harga ini dua kali lipat lebih mahal dari harga nasi lawar dengan menu daging babi, sapi, atau bebek kuwir.

Menurut ibu pedagang nasi lawar penyu ketewel, lawar penyu yang dijual di warungnya asli daging penyu. Dagingnya dipasok dari penjual di wilayah Denpasar dan Badung.


"Dagingnya sudah ada yang sediakan, kita tinggal beli dan olah menjadi lawar penyu,"ujar ibu ini kepada  beritabali.com.

Setiap harinya, warung nasi lawar penyu di Ketewel ini selalu ramai pembeli, yang ingin mencoba sensasi lawar penyu.

Bisnis nasi lawar penyu ini, tentu bertentangan dengan semangat pelestarian dan perlindungan penyu sebagai satwa yang dilindungi.

Padahal 25.000 orang dari berbagai dunia sebelumnya sudah menandatangani petisi internasional yang isinya meminta Gubernur Bali untuk menindak tegas pelaku perdagangan penyu di Bali.

Petisi yang digalang oleh SOS Sea Turtle dan ProFauna tersebut diserahkan oleh Koordinator ProFauna Bali Jatmiko Wiwoho kepada Kepala Dinas Kehutanan Bali Gede Nyoman Wiranatha dalam aksi damai di Renon (19/6/2013) lalu.
 
Koordinator ProFauna Bali Jatmiko Wiwoho mengatakan petisi tersebut menunjukkan keprihatinan masyarakat internasional terhadap peningkatan kasus perdagangan penyu di Bali.  Jika tetap dibiarkan tidak menutup kemungkinan pariwisata Bali akan diboikot akibat terjadinya perdagangan penyu di Bali.
 
“Jika tidak ini sangat berbahaya dan merugikan pariwisata, kami cermati ini sangat merugikan apabila ini nanti masyarakat internasional mengetahui, beberapa sudah mengetahui tetapi tinggal menunggu waktu sebelum nantinya dipublikasi ke media social melalui internet,” ujar Jatmiko Wiwoho.
 
Jatmiko Wiwoho menyebutkan walaupun perdagangan penyu di Bali mengalami penurunan, tetapi perdagangan penyu di Bali masih terjadi.

Catatan ProFauna dalam delapan bulan terakhir ini ada 4 kasus upaya penyelundupan penyu hijau (Chelonia mydas) ke Bali dengan jumlah total penyu sebanyak 83 ekor. Sebagian besar penyu-penyu tersebut hendak dikirim ke Tanjung Benoa yang sejak tahun 70-an dikenal sebagai pusat perdagangan penyu di Indonesia.

Sementara berdasarkan hasil pemantauan Bali Sea Turttle Society, trend perdagangan penyu di Bali dalam satu tahun terakhir kembali pada perdagangan penyu utuh atau hidup. Padahal sebelumnya trend perdagangan penyu dilakukan dengan cara memotong penyu menjadi bagian-bagian kecil untuk mengelabui petugas.

Ketua Bali Sea Turtle Society Wayan Wiradnyana dalam keteranganya di Denpasar (24/1/2013) menduga trend memperdagangkan penyu hidup lebih disukai karena harga yang lebih tinggi. Apalagi memperdagangkan daging penyu dalam bentuk potongan-potongan kecil menimbulkan kecurigaan daging tersebut dicampur dengan ikan. Menurut Wiradnyana, trend baru lainnya dalam perdagangan penyu di Bali  yaitu daerah asal tangkapan, dimana penyu yang diperdagangkan di Bali sebelumnya cenderung berasal dari perairan Maluku, Kalimantan dan Sulawesi.

“Di Sulawesi aparat keamanan sudah semakin keras  untuk menindak, di Kalimantan dan beberapa daerah juga sama, sedangkan di Sumbawa mereka ada peluang untuk menangkap dan memperdagangkan, mungkin ada sebuah populasi yang cukup besar di situ yang belum kita ketahui, dengan adanya perdagangan ini secara otomatis akan mengancam populasi yang ada di sana,” jelas Wayan Wiradnyana.

Wayan Wiradnyana menyebutkan secara umum perdagangan penyu di Bali telah mengalami penurunan hingga 90 persen jika dibandingkan dengan tahun 1999. Dimana pada tahun 1999 puncak perdagangan penyu dapat mencapai 27.000 hingga 30.000 pertahun. (tim bbcom)

Reporter: bbn/sin



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami