Akun
guest@beritabali.com

Beritabali ID:


Langganan
logo
Beritabali Premium Aktif

Nikmati akses penuh ke semua artikel dengan Beritabali Premium




Hak Kepemilikan Hutan Masyarakat Indonesia Terancam

Denpasar

Jumat, 30 November 2007, 20:19 WITA Follow
Beritabali.com

ilustrasi/google

IKUTI BERITABALI.COM DI GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Salah satu agenda pemerintah Indonesia dalam KTT UNFCC nanti adalah negoisasi terkait perdagangan karbon dengan negara peserta.

 

Dalam pertemuan itu, Indonesia akan menghitung besar potensi pendapatan hutan Indonesia dalam menyerap karbon untuk mengurangi emisi yang dihasilkan negara lain. Jika pada perundingan ini pemerintah mensepakati sebuah harga, akan ada kekhawatiran tersendiri terhadap hilangnya hak-hak masyarakat atas kepemilikan hutan di Indonesia.


Demikian diutarakan Hira P. Jhamtani, aktivis Third World Network, LSM internasional yang menggeluti lobi-lobi internasional dalam bidang lingkungan dan globalisasi, pada diskusi soal isu sidang UNFCCC bersama wartawan, Walhi Bali, dan AJI Denpasar di Sloka Institute, Denpasar, Jumat (30/11).



“Apakah nanti akan ada polisi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengawasi hutan Indonesia yang diperdagangkan itu?” ujar Hira, aktivis Indonesia yang juga menolak rekayasa genetika dan rezim paten Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) ini.

Selain itu, Ia juga menanyakan bagaimana hak masyarakat yang memanfaatkan hasil hutan dengan mengolahnya sebagai bahan makanan sehari-hari.

“Padahal, sebagian masyarakat adat di taman nasional Indonesia eksis melindungi hutan karena mendapatkan manfaat dari hasil hutan untuk kehidupannya,” ungkapnya.

Skema perdagangan karbon ini adalah salah satu isu yang akan dibahas dalam forum UNFCCC nanti. Selain itu juga, akan ada agenda mengenai topik perdagangan emisi dalam upaya negara-negara maju mengurangi emisinya. Hal ini dipaparkan juga dalam Protokol Kyoto yang belum diratifikasi oleh Amerika Serikat sebagai negara penghasil emisi terbesar di dunia.

Karena terancamnya hak akan kepemilikan hutan, Hira mengharapkan masyarakat sipil agar terus mengawasi perundingan ini. Perdagangan karbon tidak bisa dielakkan karena sudah menjadi agenda nasional.

“Itu realita pahit. Kalaupun kita teriak tidak boleh jual beli karbon, kenyataannya mereka akan tetap melakukannya. Jadi kita harus cerdas dalam menyikapinya,” imbuh lulusan Fakultas Biologi Universitas Nasional ini.

Hira mengingatkan, sekarang ini, negara-negara maju sedang berambisi dalam membeli hak-hak pengelolaan hutan karena keragaman hayatinya yang menjanjikan. Yang dimana menjadi sebuah lahan bisnis sumber daya genetik.



Hal ini dibenarkan Agung Wardana, aktivis Walhi Bali. Menurut Agung, beberapa hutan nasional di Indonesia termasuk Taman Nasional Bali Barat sudah dilirik untuk penelitian keanekaragaman hayati.

“Banyak hutan yang telah diamati, diteliti, untuk menemukan kekayaan hayatinya, lalu dipatenkan dan dijadikan komoditi untuk keuntungan pengelolanya,” kata Agung (adv*)

Beritabali.com

Berlangganan BeritaBali
untuk membaca cerita lengkapnya

Lanjutkan

Reporter: bbn/rob



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami