Pejabat Menilai Prospektif, Petani Bilang Pak-Puk
BERITABALI.COM, GIANYAR.
Bisnis budidaya udang galah di Gianyar khususnya dan Bali umumnya dirasakan oleh petani susah mendapatkan untung alias pak puk. Sebab biaya produksi yang harus dikeluarkan mulai dari pembibitan cukup mahal, sementara hasil yang diperoleh tidak terlalu tinggi.
Seperti diungkapkan seorang petani udang galah di Banjar Tegallinggah Desa Bedulu Kecamatan Blahbatug Kabupaten Gianyar, Dewa Nyoman Samba, 52, bahwa bibit udang dibeli dari Desa Pesinggahan Klungkung seharga Rp 40/ekor. Untuk luas lahan satu are dibutuhkan 2.000 ekor bibit. Tingkat keberhasilan hidup sampai panen mencapai 80 persen.
Harga pakan cukup mahal. Untuk menghidupi 2 ribu ekor uadang dalam satu are diperlukan 4 sampai 5 zak atau 80 kg sampai 100 kg pakan , yang harganya Rp 150 ribu per zak,keluh Dewa Nyoman Samba menjawab BeritaBali.com pada acara kunjungan rombongan peserta Wisata Jurnalistik Pemprov Bali, Jumat (19/12).
Dalam panen setiap 4 bulan, lanjut Samba yang juga anggota dari Kelompok Mina Loka budidaya udang galah, hasil yang diperolehnya mencapai 1.000 ekor per are yang beratnya rata-rata 20 kg. Udang jenis ini laku di pasar menengah seperti hotel, kafe dengan harga Rp 53.000- Rp 55.000/kg.
Setelah dihitung-hitung antara biaya produksi dengan hasil panen, ternyata susah sekali mendapatkan keuntungan, ujar Samba merintis sebagai petani udang sejak 1989 ini.
Saat ditanya, kenapa masih tetap menggeluti bisnis ini padahal susah meraih untung, menurut Samba, karena dia pinter-pinter memanfaatkan celah di lahan seluas 14,75 ha itu. Yakni dengan menanami pohon kelapa, singkong, jagung untuk mendapatkan hasil tambahan.
Hasil sampingan ini bisa memberikan kompensasi sampai Rp 300.000 atau setara 2 zak harga pakan, ujarnya.
Pengalaman Samba itu berbeda dari pandangan pejabat terkait. Menurut Kabid Perikanan Tangkap dan Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan Bali, Ir AA Gede Mahendra Putra usaha udang galah ini malah dinilai sangat prospektif dan pantas menjadi mata pencaharian.
Malah dalam hitung-hitungan Mahendra, petani bisa meraup untung Rp 1 juta per are per panen. Itu berarti dalam setahun atau tiga kalai panen bisa mencapai untung Rp 3 juta per arenya. Dia menghitung sederhana juga, yakni harga bibit 2.000 ekor x Rp 40 = Rp 80.000 ditambah pakan Rp 750.000. Sementara produksinya mencapai Rp 53.000 x 35 kg (sekali panen).
Jadi usaha ini sangat prospektif, asal menggarap lahan 10 sampai 15 are,ungkas Mahendra ditemui di tempat terpisah.
Acara wisata jurnalistik sehari penuh ini juga meninjau budidaya kerapu dalam Karamba Jaring Apung (KJA) dan pembenihan Bandeng di Desa Pegametan Kecamatan Gerokgak, Buleleng.
Reporter: bbn/sss
Berita Terpopuler
ABOUT BALI

Film Dokumenter Hidupkan Kembali Sejarah Tari Kecak di Bedulu

Makna Tumpek Landep Menurut Lontar Sundarigama

Tari Sanghyang Dedari Nusa Penida Diajukan Jadi Warisan Budaya Tak Benda

Mengenal Tetebasan Gering, Topik Menarik di Festival Lontar Karangasem
