Tomcat Masuk Pemukiman Karena Rusaknya Ekosistem
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Serangan serangga tomcat ke wilayah pemukiman diduga karena rusaknya ekosistem lingkungan. Sawah yang menjadi habitat hidup tomcat semakin berkurang. Sementara cecak dan tokek sebagai predator alami tomcat juga semakin berkurang karena sering ditangkap warga.
"Tomcat ini sebenarnya tidak berbahaya. Jika sampai tertepuk dan terkena cairan racunnya, kulit yang terkena langsung dicuci sampai bersih, tidak akan gatal. Racun serangga tomcat biasanya akan bereaksi 12 hingga 36 jam setelah terkena cairan racunnya," jelas Kepala UPT Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Pertanian Bali, Oka Dharmawan, hari ini.
Banyaknya tomcat yang masuk ke pemukiman, kata Oka, karena serangga tomcat memang menyukai cahaya lampu yang terang. Selain itu, pemukiman yang ada saat ini letaknya sangat dekat dengan sawah atau dibangun di bekas lahan sawah yang sudah alih fungsi menjadi pemukiman.
"Selain itu cecak dan tokek yang selama ini jadi predator serangga tomcat juga sudah banyak berkurang. Jadi tidak ada yang makan serangga tomcat lagi," jelasnya. Menurut Oka, jika jumlah serangga tomcat makin banyak di pemukiman atau rumah penduduk, bisa ditanggulangi dengan menggunakan pestisida nabati, yakni campuran daun intaran, lengkuas, sereh dan kemudian ditumbuk lalu diberi air dan difermentasi 24 sampai 48 jam.
"Airnya kemudian disaring untuk dipakai semprot tomcat. Ini kalau populasinya tinggi, kalau sedikit ya cukup ditangkap saja. Tomcat tidak menggigit dan tidak menyengat. Tomcat juga bukan serangga agresif,"jelasnya. Di sawah, serangga tomcat berfungsi sebagai predator hama wereng ijo, wereng coklat, tungro, dan makan telur-telurnya. "Tomcat yang muncul di Bali saat ini memang Tomcat asli Bali, tidak dibawa dari Jawa. Selama ini tomcat merupakan predator pengendali hama penyakit, umumnya di sawah,"ujarnya.
Reporter: bbn/psk