search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Ketua DPRD Badung Dukung Normalisasi Teluk Benoa
Kamis, 19 Mei 2016, 06:05 WITA Follow
image

bbn/ilustrasi

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Badung. Ketua DPRD Badung, Dr. Putu Parwata, MM menyatakan mendukung normalisasi Kawasan Teluk Benoa yang telah dinyatakan sebagai Kawasan Suci oleh Sabha Pandita Parisada. Selain karena aspirasi masyarakat Bali, seperti Desa Adat sekitar kawasan Teluk Benoa yang terang-terangan menolak reklamasi, RPJMD dan RPJMP Badung, termasuk RIPARDA Badung, sudah ‘’mengunci’’ pembangunan yang diperbolehkan adalah pembangunan yang berbasis pada budaya Bali dan agama Hindu. 
 
Kawasan Teluk Benoa yang disebut-sebut sebagai kotor lingkungannya, sudah disiapkan anggaran di APBD Badung untuk melakukan normalisasi. Saat diminta lebih spesifik menyatakan sikap, Parwata menyatakan mendukung penolakan reklamasi Teluk Benoa, yang telah  menjadi aspirasi rakyat, telah didasarkan pada kajian sejumlah pakar, termasuk dari lembaga pendidikan seperti Universitas Udayana. Ia berjanji bahwa DPRD Badung akan berkoordinasi serta melakukan kajian sesuai mekanisme Dewan, untuk nantinya membuat Rekomendasi bagaimana melaksanakan normalisasi Kawasan Suci Teluk Benoa tersebut.
 
Hal itu dinyatakan ketika ia menerima delegasi berbagai elemen masyarakat, diantaranya gurubesar UNUD Prof. Dr. Ketut Rahyuda, akademisi Dr. Suparta Jelantik, mantan Dirut BTDC Ir. Made Mandra, Ketua Aliansi Masyarakat Pariwisata Bali Dr. Gusti Kade Sutawa, Pengurus Bali Villa Association Hendrawan, Ketua Yayasan Sraddha Ir. Nyoman Merta, pegiat usaha kecil Nyoman Gde Suma Artha, Ketua Yayasan Eling Nusantara Wayan Muliana, dan Ketua Sabha Walaka PHDI Putu Wirata Dwikora.
 
 
Ketua Sabha Walaka memanfaatkan forum itu untuk mendiseminasikan Keputusan tentang KSTB dan meminta agar kebijakan maupun  revisi regulasi di Kabupaten Badung, disesuaikan dengan nilai-nilai dan kearifan lokal yang diwarisi dari para leluhur, termasuk tentang Kawasan Suci dan Tempat Suci yang mesti dijaga kesuciannya. Jangan sampai regulasi dibuat semata atas pesanan investor, tanpa memperhatikan kearifan lokal yang telah menjadi norma hukum. Ketua Sabha Walaka mengapresiasi positif Perda Tata Ruang Kabupaten Badug yang mengadopsi Bhisama PHDI tahun 1994 tentang Kesucian Pura, bahkan memuat dengan detil sampai lokasi-lokasi yang disucikan, termasuk kawasan ‘’catus patha’’ (persimpangan empat jalan).
 
Dr. Suparta Jelantik menyampaikan, ketika suatu proyek ditolak oleh lingkungannya, semestinya tidak boleh dipaksakan lagi. Reklamasi Teluk Benoa sudah ditolak oleh puluhan Desa Adat di pesisir selatan Bali, diperhitungkan menimbulkan dampak sosial budaya dan lingkungan yang buruk dalam jangka panjang, dan mestinya upaya reklamasi harus dihentikan. 
 
Gusde Sutawa dan Hendrawan dari kalangan pariwisata menegaskan, pembangunan apartemen dan hotel di kawasan reklamasi, akan menimbulkan oversuplai kamar hotel, menimbulkan banting harga yang tidak sehat untuk pariwisata serta kesejahteraan karyawan hotel. Sementara Made Mandra menjelaskan, kalau dibangun pusat oleh-oleh Nusantara di kawasan reklamasi, yang mengundang retail dari daratan Asia, dampaknya jelas mematikan pengerajin dan pedagang kecil seperti di pasar oleh-oleh tradisional yang sekarang ini kembang kempis.
 
Delegasi berbagai eksponen masyarakat Bali tersebut mengapresiasi sikap Ketua DPRD Badung tersebut dan berharap nantinya benar-benar ada realisasi, berupa Rekomendasi DPRD Badung untuk menolak menyelamatkan Kawasan Suci Teluk Benoa sesuai Keputusan Sabha Pandita PHDI.[bbn/rls]

Reporter: bbn/psk



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami