search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Mengemas Janji dalam Kampanye di Jaman Now
Rabu, 10 Januari 2018, 14:05 WITA Follow
image

Beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Ketika AA Oka Ratmadi alias Cok Rat, Tokoh PDIP dari Puri Satria menyatakan dukungannya pada paket Mantra-Kerta, media sosial di Bali dibanjiri foto Cok Rat saat menerima Rai Mantra di Puri Satria.

 

Demikian juga ketika Gubernur Bali, Made Mangku Pastika menghadiri pendaftaran paket Koster-Cok Ace, media sosial di Bali dibanjiri foto Mangku Pastika saat hadir di KPU Bali dan diklaim sebagai dukungan.Demikian juga ketika kedua paket ini melakukan pendaftaran ke KPU Bali, akun media sosial resmi dan akun para pendukung masing-masing memposting foto-foto kerumuman pendukung dengan caption "Dihadiri Puluhan Ribu Pendukung".

Demikianlah para pendukung kedua paket Cagub-Cawagub Bali berusaha menunjukkan kebanggaan dan harga diri, yang jika dalam Hierarki Kebutuhan Maslow masuk dalam kebutuhan penghargaan atau "Esteem Needs". Pengguna media sosial diyakini banyak yang termasuk dalam kelompok kebutuhan ini, kebutuhan penghargaan dan suka kalau mendominasi.

Dalam pemerintahan demokratis di seluruh dunia, menggunakan media sosial untuk kampanye politik seperti pemilihan presiden telah menjadi bagian integral dari strategi kampanye. Kampanye sendiri pada dasarnya adalah penyampaian pesan–pesan dari pengirim kepada khalayak. Pesan-pesan tersebut dapat disampaikan dalam berbagai bentuk mulai dari poster, spanduk, baliho, pidato, iklan, hingga selebaran.

Kini, alat online telah memainkan peran yang cukup penting dalam membentuk opini publik dan penyampaian agenda politik. Menguasai komunikasi publik merupakan salah satu kunci untuk memenangkan kompetisi di dunia politik, dan kini salah satu channel online yang efektif adalah media sosial (medsos).

Mengapa Medsos kini banyak dilirik oleh para kandidat sebagai instrumen kampanye politik? Sebagaimana yang ditulis Douglas Hagar (2014) dalam papernya di researchgate.net berjudul “Compaigning Online: Social Media in the 2010 Niagara Municipal Elections”, penyebabnya adalah karena Medsos bisa berkontribusi pada keberhasilan politik.

Ini karena Medsos membuat kandidat dalam sebuah pemilihan bisa berinteraksi dengan para calon pemilih dengan skala dan intensitas yang tak bisa dicapai lewat pola kampanye tradisional seperti kampanye door to door, brosur, bahkan peliputan media cetak dan televisi. Selain itu, biaya kampanye Medsos juga jauh lebih murah.

Pemerintahpun telah mengakomodasi trend ini, seperti yang tercantum dalam UU No. 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Walikota (UU Pilkada), dimana penggunaan Medsos secara normatif harus sebagai wujud pendidikan politik masyarakat yang dilaksanakan secara bertanggungjawab (Pasal 63 ayat 1, dan diimplementasikan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No.7 Tahun 2015).

Apakah medsos cukup efektif dimanfaatkan untuk kampanye politik di Indonesia khususnya di Bali? Sebuah survei yang diselenggarakan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengungkapkan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia tahun 2016 mencapai 132.7 juta orang atau 51.8% dari total populasi negara ini. Sedangkan pengguna Internet di Bali dan Nusa Tenggara mencapai 4.7% (6.1 juta orang).

Dalam survey APJII juga terungkap bahwa pengguna internet terbanyak datang dari kelompok umur 25-29 tahun dan 35-39 tahun yang jika ditotal penggunanya mencapai 48 juta, sedangkan usia 20-24 tahun sebanyak 22.3 juta.

Lalu, konten Internet apa yang dikonsumsi pengguna? ternyata paling tinggi adalah media sosial sebanyak 129.2 juta (97.7%) disusul hiburan dan berita. Media sosial apa yang paling banyak digunakan? ternyata menurut survey APJII, 54% Facebook (71.6 juta), 15% Instagram (19.9 juta) dan 11% Youtube (14.5 juta).


Hingga kini, terlihat anak muda (pemilih pemula) sudah sangat akrab dengan medsos, satu orang dapat memiliki beragam akun di beragam medsos seperti Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, Path, Line dan lain sebagainya. Bahkan terkadang interaksi di medsos lebih intens ketimbang interaksi tatap muka.

Bagaimana dengan jumlah pengguna sosmed di Bali? dari database facebook saja, kita bisa melihat ada 1.9 juta akun facebook dari Bali dan 39.5% adalah usia 17 tahun (sekitar 750.000 akun), namun realnya tentu lebih rendah dari itu karena ada satu orang yang bisa memiliki lebih dari satu akun, namun jumlah tersebut sudah cukup menggambarkan potensi pemilih yang bisa didekati dengan suplay informasi kandidat.

Maka penetapan KPU untuk menjadikan medsos sebagai media kampanye yang resmi juga dapat membantu para kandidat untuk mendekatkan diri pada para pemilih khususnya pemula.

Melihat potensi medsos sebagai media kampanye yang resmi, maka penggunaannya tentu harus direncanakan, dikomunikasikan, dimonitor dan dievaluasi untuk meningkatkan kredibilitas dan elektabilitas kandidat.

Philip Kotler mengatakan komunikasi pemasaran tidak hanya terbatas pada institusi bisnis semata, dunia politik pun membutuhkan 4P dalam strategi marketingnya atau biasa dikenal dengan marketing mix (bauran pemasaran), yaitu (1) product (personal kandidat, platform partai, visi misi janji), (2) price (biaya kampanye, lobi-lobi politik), (3) place (basis massa, posko tim sukses), dan (4) promotion (berita advetorial, iklan kampanye).

Jika marketing perusahaan bertujuan memperkenalkan nama perusahaan atau meningkatkan citra produk atau jasanya, maka marketing kandidat bertujuan untuk menciptakan citra positif tokoh yang diusungnya. Salah satu model komunikasi pemasaran ciptaan Elmo St. J. Lewis (1898) yang telah lama dikembangkan adalah “AIDA” yakni Attention (Perhatian), Interest (Minat), Desire (Kebutuhan/Keinginan), dan Action (Tindakan) namun kemudian berkembang menjadi AIDCA dengan penambahan Conviction (Rasa Yakin).


Kini para pemasar kandidat harus mampu mengemas materi kampanye melalui medsos dengan memperhatikan komponen-komponen AIDCA, yaitu pertama, pemasar harus mampu membuat materi yang dapat menarik perhatian pengguna medsos (Attention), kedua, materi harus dapat menciptakan minat (Interest), medsos bisa ditarget berdasarkan usia dan minat, setelah berminat, pemilih akan mengakses sumber informasi lebih dalam melaui website kandidat, yang ketiga,  materi kampanye harus dapat menggugah kebutuhan atau keinginan untuk memilih (Desire), kemudian yang keempat adalah materi yang dibuat harus dapat meyakinkan pengguna medsos misalnya melalui testimoni tokoh-tokoh yang positip dan terakhir adalah ujung dari kegiatan pemasaran di medsos adalah tindakan (Action) berupa memilih atau mencoblos kandidat.

Untuk menyiapkan materi kampanye di medsos berdasarkan model AIDCA, maka materi bisa dikategorikan berdasarkan Teori Hierarki Kebutuhan Maslow. Untuk pemilih yang masuk kelompok "kebutuhan fisiologis" yakni kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya, maka materinya berupa janji-janji terkait sandang, pangan dan papan, visualisasinyapun harus disesuaikan untuk menarik kelompok ini.

Kategori berikutnya adalah kelompok "Kebutuhan Akan Rasa Aman" yakni kebutuhan akan rasa aman fisik, stabilitas, perlindungan dan kebebasan dari berbagai ancaman seperti kriminalitas, terorisme, penyakit, kerusuhan dan bencana, maka materinya berupa janji-janji terkait jaminan pekerjaan, kesehatan, keamanan dll.

 

Kategori berikutnya adalah kelompok "Kebutuhan Akan Rasa Memiliki Dan Kasih Sayang" yakni kebutuhan akan cinta, kasih sayang dan rasa memiliki-dimiliki, maka materinya bisa terkait tentang kerukunan antar umat beragama, antar suku dan golongan.

 

Kategori berikutnya adalah kelompok "Kebutuhan Akan Penghargaan" yakni  kebutuhan akan prestasi dan memiliki prestise, maka materinya berupa janji-janji prestasi yang akan dicapai, menunjukkan besarnya dukungan, dan lain-lain.

 

Kategori terakhir adalah kelompok "Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri" yakni kebutuhan untuk membuktikan dan menunjukan dirinya kepada orang lain, maka materinya terkait program-program inovatif dan menunjukkan kemampuan personal kandidat dalam mewujudkan janji-janjinya.

Jika materi sudah dikelompokkan dalam kategori kebutuhan dan memperhatikan model AIDCA maka yang terakhir adalah medsos apa yang tepat untuk menyebarluaskan materi kampanye tersebut? mana yang cocok di-twit melalui twitter, mana yang tepat disebarkan melalui youtube dan mana yang lebih baik diposting di instagram maupun facebook.


Janji-janji yang dikemas kreatif dalam nuansa ke-kini-an akan memiliki poin pembeda dan menjadi magnet yang mengiringi roh perjalanan kampanye sampai hari pencoblosan.Selamat mengemas janji di jaman now.


 

Reporter: bbn/rob



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami