Drama Calon Arang: Hitam Putih Ilmu Pengleakan di Bali
Minggu, 9 Juni 2019,
11:24 WITA
Follow
IKUTI BERITABALI.COM DI
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Beritabali.com, Denpasar. Di tengah gempuran budaya asing dan teknologi saat ini, masyarakat Bali masih tetap kukuh mempertahankan tradisi-tradisi yang telah dijalani sejak dulu. Bali masih menjadi pulau yang sarat akan budaya yang penuh dengan kesenian tinggi. Namun, di balik keunikan budaya itu, Bali juga menyimpan berbagai berbagai misteri.
[pilihan-redaksi]
Salah satu budaya Bali yang penuh misteri adalah drama tari Calon Arang. Drama tari Calon Arang ini biasanya dilakukan pada saat piodalan (upacara) di pura dalem yang ada di setiap desa di Bali. Pura dalem adalah tempat berstananya Dewa Siwa, dalam kepercayaan Hindu, Dewa Siwa adalah dewa yang akan mengirimkan manusia ke alam baka.
Salah satu budaya Bali yang penuh misteri adalah drama tari Calon Arang. Drama tari Calon Arang ini biasanya dilakukan pada saat piodalan (upacara) di pura dalem yang ada di setiap desa di Bali. Pura dalem adalah tempat berstananya Dewa Siwa, dalam kepercayaan Hindu, Dewa Siwa adalah dewa yang akan mengirimkan manusia ke alam baka.
Dalam kepercayaan Hindu, terdapat sebuah konsep Tri Murti yang merupakan konsep kedewaan dengan tiga dewa utamanya yakni, Dewa Brahma sebagai pencipta, Dewa Wisnu sebagai pemelihara dan Dewa Siwa sebagai pralina, yang mengirimkan manusia kembali ke asalnya (alam baka).
Dewa Siwa digambarkan memiliki istri bernama Dewi Parwati. Calon Arang identik dengan ilmu ngeleak atau pengeleakan. Konon, jika seseorang menguasai ilmu ini, maka ia dapat berubah menjadi binatang seperti anjing, ayam, monyet, dan babi. Dalam tingkat ilmu yang lebih tinggi, dikatakan seseorang dapat berubah menjadi bentuk lain yang lebih seram seperti rangda atau celuluk. Selain itu, seseorang dengan ilmu ngeleaknya dapat menggunakan bermacam ilmu lainnya seperti cetik (santet).
Legenda Ilmu Hitam
Calon Arang sesungguhnya adalah kisah yang berasal dari Kabupaten Kediri. Calon Arang memiliki nama asli Ki Rangda, seorang janda yang hidup pada era Raja Airlangga dari Kediri. Kisah tentang Calon Arang ini juga tertulis pada sebuah situs peninggalan Kerajaan Kediri di Dusun Butuh, Desa Sukorejo, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri.
Calon Arang diceritakan memiliki putri yang sangat cantik bernama Ratna Manggali. Calon Arang dikenal sebagai penyembah Dewi Durga yang taat, namun ia sendiri memiliki sifat antagonis. Calon Arang dikenal memiliki ilmu hitam yang kemudian mengakibatkan kesengsaraan pada masyarakat Kediri pada saat itu. Calon Arang pada saat itu marah, karena tak ada yang mau menikahi anaknya Ratna Manggali. Hal ini dikarenakan para pemuda di Kerajaan Kediri tak berani dengan ilmu pengeleakan yang dikuasai oleh Calon Arang dan pengikutnya.
Diceritakan pula, pada suatu malam, Calon Arang dan para pengikutnya yang terdiri dari perempuan-perempuan muda yang menguasai ilmu ngeleak, melakukan ritual ngeleak atau dalam istilah Bali dikenal dengan ngereh. Calon Arang pun menyebarkan wabah penyakit pada seluruh penduduk Kerajaan Kediri.
Untuk meredam kesaktian Calon Arang, Mpu Baradah menikahkan Ratna Manggali dengan muridnya, Mpu Bahula. Dari perkawinan ini, Mpu Bahula mendapat banyak informasi mengenai kekuatan Calon Arang. Mpu Baradah pun menyuruh Calon Arang untuk menghentikan kutukannya pada kerajaan Kediri. Calon Arang pun bersedia asalkan Mpu Baradah mau membantu Calon Arang melakukan ritual meruwat untuk menghapus dosa-dosanya, namun Mpu Baradah menolak karena dosa Calon Arang terlalu besar.
Ia pun berusaha membunuh Mpu Baradah, namun justru dirinya sendiri terbunuh. Pada akhirnya Calon Arang berhasil mencapai moksa setelah dihidupkan kembali oleh Mpu Baradah dan diajarkan hal-hal kebenaran.
Calon Arang bukan Satu-Satunya Drama Tari saat Pujawali. Pada saat upacara atau pujawali, akan diadakan ritual nyolahang atau memanggil penunggu pura dalem untuk merasuki orang yang menggunakan topeng-topeng rangda. Pada saat nyolahang inilah biasanya akan ditampilkan drama tari Calon Arang dan dilakukan upacara mepinton atau metebekan, menghunus keris pada orang yang sedang menggunakan topeng rangda.
Nyolahang ini dilakukan dengan tujuan untuk membersihkan desa dari pengaruh negatif, menyucikan desa, serta menyeimbangkan bhuwana agung dan bhuwana alit (manusia dana lam semesta) sehingga masyarakat bisa selamat sentosa. Bukan hanya nilai budaya, tetapi unsur-unsur mistik dalam ritual ini membuat banyak masyarakat Bali masih antusias dalam menyaksikan ritual ini. Ritual nyolahang ini juga biasanya diikuti dengan penonton-penonton yang kesurupan. Namun, rupanya drama tari Calon Arang bukan satu-satunya drama tari yang wajib ditampilkan saat pujawali.
[pilihan-redaksi2]
Jero Gede Dalem Gombang Winaya Nata, pemangku Pura Dalem Desa Adat Melaya mengungkapkan, tidak semua pujawali (upacara) menampilkan drama Calon Arang. ”Jika ada hal tertentu saja misalnya pujawali jelih (piodalan pura yang bertepatan dengan hari raya tertentu) atau desa sedang kebrebehan penyakit atau musibah. Barulah Ida napak pertiwi atau ngelewang,” ujar Jero Gede Dalem.
Jero Gede Dalem Gombang Winaya Nata, pemangku Pura Dalem Desa Adat Melaya mengungkapkan, tidak semua pujawali (upacara) menampilkan drama Calon Arang. ”Jika ada hal tertentu saja misalnya pujawali jelih (piodalan pura yang bertepatan dengan hari raya tertentu) atau desa sedang kebrebehan penyakit atau musibah. Barulah Ida napak pertiwi atau ngelewang,” ujar Jero Gede Dalem.
Ia menambahkan, pada saat ritual nyolahang, cerita yang diambil pun tidak selalu mengambil cerita Calon Arang. Ada juga yang mengambil kisah basur, babad nusa dan yang lainnya tergantung situasi, kondisi dan kesepakatan antara pemangku dan pelaksana pujawali.
“Jadi kadang-kadang masyarakat salah persepsi karena Calon Arang lebih terkenal. Kalau sudah ada metebekan, pasti masyarakat langsung mengatakan itu Calon Arang. Tapi ada juga di desa lain yang nyolahang tapi tidak mepinton, kalau ida bhatara yang melinggih disana tidak biasa mepinton ya, hanya nyolahang saja. Karena ida bhatara di desa kita sudah sampai keliling Bali, jadi kalau napak pertiwi sudah pasti mepinton,” kata Jero Gede Dalem. (bbn/Unud/rob)
Berita Denpasar Terbaru
Reporter: bbn/rls