search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Resesi Ekonomi AS Disebut "Palsu", Ini Faktanya
Rabu, 20 Juli 2022, 18:04 WITA Follow
image

beritabali.com/cnbcindonesia.com/Resesi Ekonomi AS Disebut "Palsu", Ini Faktanya

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DUNIA.

Resesi ekonomi Amerika Serikat (AS) semakin kencang digaungkan sejumlah lembaga. Namun kepala ekonom perusahaan perbankan investasi Jefferies Group, Aneta Markowska, berpendapat ramalan itu "palsu".

Ia mengakui ekonomi AS kini mendapat sejumlah hambatan. Namun resesi tidak akan terjadi.

"Dengan kata lain, resesi saat ini hanya ada dalam imajinasi, bukan di dunia nyata," katanya dalam sebuah laporan penelitian baru, melansir Fortune, Rabu (20/8/2022).

Ini bukan tanpa alasan. Menurutnya rumah tangga dan bisnis masih memiliki banyak uang tunai, yang membuat harga dan tingkat permintaan mereka tidak elastis dalam jangka pendek,

Indikator resesi lain seperti tingkat pengangguran juga tak akan terpenuhi. Ia menyakini masih ada jutaan lowongan pekerjaan dan tak akan ada PHK besar-besaran karena perusahaan masih mendapat margin.

Markowska memperkirakan tingkat pengangguran nasional bahkan akan terus menurun, terendah di sekitar 3,2 persen, jauh dari masa krisis 'Great Resession' di akhir 2007 hinggaa 2009.

Di kala itu, puncak pengangguran di lebih dari 10 persen. Pada Juni 2022, tingkat pengangguran AS tetap stabil di 3,6 persen. Secara luas, resesi memang dianggap terjadi ketika PDB negatif dua kuartal berturut-turut. Namun, Biro Riset Ekonomi Nasional AS, memberi indikator lain seperti pendapatan pribadi riil hingga produksi industri.

Ia mengatakan jika melirik pendapatan rumah tangga dan tingkat pekerjaan, semua masih tampak dalam kondisi yang baik. Sehingga, tegasnya, resesi 2022 sepertinya "palsu".

Meski tak yakin resesi datang, ia menyatakan penurunan ekonomi memang tak dapat dihindari. Namun PDB AS masih positif untuk tahun 2022 dan 2023, masing-masing sebesar sebesar 2,2 persen dan 0 persen.

"Risiko ekonomi masih condong ke tingkat lebih tinggi," katanya.

"The Fed kemungkinan akan "membebani siklus pengetatan ini, membawa suku bunga acuan dana setinggi 4,25 persen pada Maret 2023," tambahnya dikutip laman yang sama.

Bulan lalu, The Fed melakukan kenaikan suku bunga terbesar sejak 1994. Bank sentral memperkirakan suku bunga inti berada dalam kisaran 3,25 persen dan 3,5 persen pada akhir tahun.

Pernyataan Markowska sebelumnya juga telah diutarakan Andrew Hunter, seorang ekonom senior di firma riset ekonomi makro independen Capital Economics. Hal ini juga didukung ekonom Harvard yang mengatakan bahwa peluang resesi masih kurang dari 50 persen.

Sementara itu, ada pula yang menilai resesi AS akan mulai di paru kedua 2023. Di mana kondisi itu akan berlangsung lima kuartal.(sumber: cnbcindonesia.com)

Editor: Juniar

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami