search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Kisah Pasukan Ciung Wanara, Lawan Belanda dengan Parang
Rabu, 17 Agustus 2022, 10:50 WITA Follow
image

beritabali.com/ist/Kisah Pasukan Ciung Wanara, Lawan Belanda dengan Parang

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, GIANYAR.

Mangku Wayan Lanus, adalah seorang veteran pejuang kemerdekaan. Ia merupakan salah satu eks anggota Pasukan Ciung Wanara pimpinan I Gusti Ngurah Rai yang masih hidup. Saat aktif berjuang, ia dan rekan sesama pejuang, menghadapi pasukan Belanda dengan senjata klewang atau parang.

Saat diwawancara jurnalis Beritabali.com tahun 2017, umurnya sudah 90 tahun. Namun fisik Mangku Wayan Lanus masih terbilang cukup bugar, untuk orangtua seusianya.

"Teman-teman saya (sesama pejuang) sudah banyak yang meninggal, jika masih hidup, sudah tidak bisa jalan," ujar Lanus yang pernah bergabung dengan pasukan Ciung Wanara Gusti Ngurah Rai dan Pasukan Nyoman Mudita ini.

Lanus yang asal Banjar Pande, Desa Pejeng, Gianyar ini menuturkan, ia bergabung dengan pasukan Ciung Wanara Gusti Ngurah Rai di Marga Tabanan pada tahun 1945. Saat itu, Lanus sempat terlibat beberapa pertempuran dengan penjajah Belanda.

"Anggota pasukan Ciung Wanara galak-galak, berani-berani, tidak ada yang ditakuti. Belanda yang punya senjata api, dilawan dengan senjata klewang atau pedang panjang dan tajam," ujar Lanus, saat dijumpai di Puri Agung Gianyar pada 17 Agustus 2017 silam.

Setelah sempat bertugas di Marga, Lanus kemudian ditugaskan ke Pejang untuk membantu menangani kerusuhan di Pejeng, antara Pejeng dan Bedulu. Ia bergabung dengan pimpinan pasukan Ciung Wanara Pejeng, Cokorda Anom Sandat.

"Waktu di Pejeng, kami perang dengan NICA, perang dengan sesama warga kita yang merupakan antek penjajah. Banyak rekan saya yang gugur di Pejeng, dibunuh oleh musuh, termasuk dua sahabat baik saya dipunggel (dipenggal) kepalanya oleh musuh," ujarnya.

Lanus mengatakan, jika tidak dipindahtugaskan ke Pejeng, ia pasti akan ikut gugur bersama pasukan Ciung Wanara dan komandannya Gusti Ngurah Rai dalam perang Puputan Margarana 20 Nopember 1946.

"Saat saya dipindahkan ke Pejeng, beberapa hari kemudian terjadi perang di Marga, banyak kawan-kawan saya yang mati di sana saat perang Puputan. Jika saya tidak dipindah ke Pejeng, pasti saya juga sudah mati," ujarnya.

Di hari tuanya, Lanus yang memiliki delapan orang anak ini tinggal di Desa Pejeng Gianyar. Untuk mengisi kesehariannya, Wayan Lanus membuat "katik" atau tusuk sate yang kemudian dijualnya. 

Lanus berharap negara Indonesia tetap aman dan bersatu, karena menurutnya, kemerdekaan yang sudah diraih Bangsa Indonesia butuh pengorbanan yang amat besar.

Editor: Juniar

Reporter: bbn/tim



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami