Aksi Nekat Dua Perempuan di Buleleng Adang Alat Berat, Eksekusi Merajan Gagal
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, BULELENG.
Eksekusi sepihak tanpa putusan pengadilan ataupun secara hukum terhadap sebidang tanah di Dusun Musi, Desa Musi Kecamatan Gerokgak Buleleng, Selasa 18 April 2023 berhasil digagalkan dua orang perempuan yang langsung mengadang alat berat saat akan membongkar sejumlah pelinggih pada areal yang digunakan sebagai tempat suci keluarga.
Aksi yang dilakukan Ni Putu Suartini (55) bersama Luh Merti (76) bersama sejumlah keluarganya berusaha menghalangi alat berat yang terus berupaya menembus pertanahan keduanya dengan membongkar tanah di sekitarnya. Beberapa orang berupaya mendekati operator alat berat tersebut, namun tidak membuahkan hasil.
Upaya bertahan terus dilakukan di tengah alat berat mengeruk tanah di sekitarnya, bahkan nyaris saja tubuh Ni Putu Suartini ditabrak besi pengeruk alat berat. Keduanya perempuan itu sempat berteriak dan menangis atas upaya paksa yang dilakukan orang berkuasa di Kecamatan Gerokgak.
“Pak Jokowi tolong kami pak, tempat suci kami mau digusur, kami minta perlindungan hukum. Kami rakyat kecil tolong kami pemerintah. Ini sudah penindasan rakyat, mana keadilan hukum kami,” teriak Suartini.
Suartini yang histeris juga menyebutkan, lahan tersebut digusur tanpa melalui proses hukum dan meminta operator alat berat untuk menghentikan pekerjaannya melakukan pengusuran.
”Ini belum ada proses hukum, tolong kami pak Jokowi, kami rakyat kecil minta keadilan pak,” ungkapnya.
Berkat kegigihan mereka, operator alat berat mengalah dan menghentikan penggusuran terhadap sejumlah pelinggih yang ada dikawasan lahan tersebut. Bahkan kemudian meninggalkan lokasi tersebut. Sejumlah anggota polisi terlihat di lokasi, namun tidak memberikan keamanan dan kenyamanan kepada masyarakat yang tertindas.
Atas peristiwa itu, Perbekel Desa Musi, Nyoman Arya Swabawa saat dikonfirmasi melalui whatsapp menyebutkan saat peristiwa pengusuran itu tidak ada di Desa Musi. Ia juga mengelak dengan mengatakan tidak tahu menahu apa yang sedang terjadi mengingat kedua belah pihak yang tengah bersengketa masing-masing telah memiliki kuasa hukum.
”Saya paginya ke Singaraja dan mendapat info dari Sekdes dan Kadus kondisi dilapangan. Sebelumnya sudah disampaikan oleh pihak yang akan melakukan pembongkaran didampingi Kadus, Babinsa dan Bhabinkamtibmas,”ujarnya melalui pesan singkat.
Kuasa hukum warga yang bakal digusur, I Nyoman Mudita, SH., menyebutkan pemilik awal lahan sebelum diambil alih paksa merupakan pemegang hak redistribusi lahan dari pemerintah. Namun selanjutnya ada upaya rekayasa terhadap hak redis warga yang dilakukan oleh jaringan mafia tanah.
“Secara de facto warga menguasai lahan bahkan hingga membuat tempat suci berupa merajan/dadia. Nah,pelaku kejahatan ini yang merubah surat-surat tanah melalui jaringan mafia tanah,” jelas Mudita.
Mudita membeberkan, jaringan mafia tanah merubah data-data tanah sehingga memudahkan mencaplok tanah-tanah warga. Seperti yang terjadi dalam kasus pengusiran warga yang mendiami lahan seluas 2 hektar di Dusun Musi, Desa Musi.
“Surat kepemilikan yang dikuasai pihak lain tidak ada hubungan sejarah dengan tanah yang digusur. Sertifikat yang ada diragukan dan telah digunakan untuk membuldozer tanah warga. Sehingga kasus itu sudah laporkan ke Polda Bali adanya dugaan pengerusakan,” papar Mudita.
Di sisi lain, kuasa hukum warga, Mudita sangat menyayangkan upaya penggusuran dan penguasaan lahan, terlebih lagi mengunakan alat berat sehingga memunculkan kekerasan.
“Tindakan membuldozer itu tidak manusiawi. Masak dengan berbekal sertifikat meragukan mereka melakukan bulldozer, Jika saja ada warga yang terkena cangkang bulldozer akan terjadi peristiwa pidana. Kita akan kejar termasuk siapa yang menyuruh,” ujarnya.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, upaya penguasaan lahan sekitar dua hektar itu sudah terjadi sejak setahun lalu. Peristiwa itu berawal saat belasan orang yang tinggal Desa Musi, Kecamatan Gerokgak, terpaksa kehilangan tempat tinggal setelah rumah mereka dihancurkan sekelompok orang tidak dikenal yang dipimpin Arya Budi Giri.
Penghancuran rumah itu dipicu oleh adanya klaim lahan yang mereka tempati adalah milik Arya Budi Giri. Padahal, warga yang terdiri dari 2 kepala keluarga, Ni Luh Merti dan I Gede Sukra Redana bersama keluarga besarnya telah menempati lahan sejak tahun 1958, bahkan atas pencaplokan lahan itu diduga ada keterlibatan jaringan mafia tanah di Buleleng.
Editor: Robby
Reporter: bbn/bul