Eks Jenderal AS Duga Bos Wagner Prigozhin Meninggal Atau Dipenjara
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DUNIA.
Pensiunan Jenderal Amerika Serikat, Robert Abrams, menduga bos pasukan bayaran Wagner Group Yevgeny Prigozhin kemungkinan meninggal atau mendekam di penjara.
Abrams juga mengatakan pertemuan Prigozhin dan Presiden Rusia Vladimir Putin pada akhir Juni kemungkinan palsu.
"Penilaian pribadi saya bahwa saya ragu kita akan melihat Prigozhin di publik," kata dia, seperti dikutip ABC News.
Ia kemudian berujar, "Saya kira dia bakal disembunyikan, atau dikirim ke penjara, atau ditangani dengan cara lain, tetapi saya ragu kita bisa melihatnya lagi."
Abrams juga ragu Prigozhin masih hidup usai melakukan pemberontakan ke Rusia pada akhir Juni lalu.
"Saya pribadi tak berpikir begitu. Dan, jika ya, dia ada di penjara di suatu tempat," ungkap Abrams saat ditanya kemungkinan bos Wagner itu hidup.
Tak hanya itu, Abrams juga mempertanyakan pertemuan yang berlangsung antara Putin dan Prigozhin pada 29 Juni, lima hari setelah pemberontakan.
"Saya akan terkejut jika kita melihat bukti langsung bahwa Putin bertemu Prigozhin, dan saya pikir itu pertunjukan," ujar dia.
Pada awal pekan ini, Juru Bicara Kepresidenan Rusia Dmitry Peskov mengatakan Putin menggelar pertemuan di Kremlin selama tiga jam. Menurut dia, Putin juga mengundang 35 petinggi militer termasuk bos Wagner.
Beberapa di antaranya kepala garda nasional Viktor Zolotov, bos intelijen Asing SVR, Sergei Naryshkin.
"Mengenai detailnya tak diketahui. Satu hal yang bisa diketahui bahwa Presiden memberikan penilaian soal aksi pada kampanye di garis depan selama operasi militer khusus, termasuk peristiwa 24 Juni, kata Peskov, seperti dikutip CNN.
Wagner sempat menjadi perbincangan usai melakukan pemberontakan pada 24 Juni. Di waktu yang bersamaan, Prigozhin mengklaim telah menguasai pangkalan militer Rostov, selatan Rusia.
Tak lama setelah itu, Putin menyampaikan pidato. Ia menekankan aksi tersebut sebagai bentuk pengkhianatan.
Prigozhin mulanya terancam hingga 20 tahun penjara karena dianggap membahayakan keamanan. Dia juga dilaporkan sempat ke Belarus usai dimediasi Presiden Alexander Lukashenko.(sumber: cnnindonesia.com)
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/net