Anak Muda Dorong Ruang Publik dan RTH Denpasar untuk Mitigasi Bencana

Selasa, 30 September 2025, 17:34 WITA Follow
image

beritabali/ist/Anak Muda Dorong Ruang Publik dan RTH Denpasar untuk Mitigasi Bencana.

IKUTI BERITABALI.COM DI GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Sejumlah anak muda mendiskusikan pentingnya ruang publik termasuk ruang terbuka hijau (RTH) yang cukup di Kota Denpasar. 

Tak hanya sebagai tempat rekreasi dan aktivitas, ruang publik juga dinilai penting untuk memitigasi bencana seperti banjir. Saat ini RTH di Denpasar masih jauh dari target minimal 20%.

UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan proporsi RTH wilayah kota minimal 30% dari luas wilayah, dengan proporsi RTH publik 20%. Namun, berdasarkan pemetaan WRI Indonesia tahun lalu, RTH Kota Denpasar tercatat kurang dari 5%.

Diskusi tersebut digelar komunitas dan peneliti tata ruang Stravenues bersama media jurnalisme warga BaleBengong di Taman Kota Denpasar, 28 September 2025. Sejumlah komunitas lain juga hadir seperti Forum Transportasi Bali, Koalisi Pejalan Kaki Bali, dan lainnya.

Kadek Agus Weda Gunawan dari DPD Perhimpunan Tuna Netra (Pertuni) Bali menyoroti sulitnya akses ruang publik bagi penyandang disabilitas netra.

Baca juga:
Ruang Terbuka Hijau Bung Karno di Buleleng Dilengkapi Perpustakaan Digital dan Konvensional

“Misalnya kalau guiding block (warna kuning di trotoar) mengarah ke jalan raya atau pohon, pasti kita ikuti,” katanya tentang perlunya guiding block yang jelas warnanya dan tidak terputus.

Ia juga mengeluhkan lampu lalu lintas yang tidak dilengkapi suara dan trotoar yang kerap dipenuhi parkir motor maupun pedagang. “Kemajuan pariwisata dan teknologi makin bagus apakah sudah memenuhi kebutuhan kita? Apakah pariwisata memberi akses disabilitas? Kalau tidak ada akses kami tidak bisa ke mana-mana hanya diam di rumah,” keluhnya.

Sementara itu, Made Swabawa Sarwadhamana dari Stravenues menilai ruang publik di Denpasar semakin berkurang karena privatisasi. Akses menuju pantai misalnya, kini banyak yang dikuasai kafe dan area komersial. Ia menegaskan perda tata ruang masih minim memprioritaskan ruang publik.

Arsitek Barda Gemilang dari komunitas Capybara UV memaparkan sejarah ruang publik di Indonesia sejak masa kerajaan hingga kolonial, yang kini banyak bergeser menjadi ruang terbatas dan bersifat semu (pseudo public space). Ia menekankan pentingnya mengembalikan fungsi ruang publik, terutama trotoar bagi pejalan kaki serta RTH sebagai area resapan, mitigasi bencana, hingga tempat evakuasi darurat.

Saat ini, alih fungsi lahan di Denpasar sangat tinggi. Koalisi pembangunan regeneratif Rebuilt mencatat, perubahan tutupan lahan mencapai lebih dari 5.000 hektare dalam kurun 30 tahun terakhir. Pada 1994, lahan terbangun hanya 30% namun pada 2024 telah melonjak menjadi 70%.

logo

Berlangganan BeritaBali
untuk membaca cerita lengkapnya

Lanjutkan

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami