search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Sejarah Kelam G30S 1965 di Bali (3): Pembantaian di Pujungan November 1965-Januari 1966
Rabu, 12 September 2018, 09:00 WITA Follow
image

Sejarah Kelam G30S 1965 di Bali (3): Pembantaian di Pujungan November 1965-Januari 1966

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Tak jauh dari rumah Putu di Pujungan, dibangun posko. Pemuda yang datang ke posko berpakaian ala militer, pakai sabuk kopel tentara dan memakai baret hitam. Di baretnya ada tulisan BM (Banteng Marhaen) dan gambar banteng segi tiga. Setiap hari posko dipenuhi orang.

Di malam hari, Putu ikut bergadang, istilahnya waktu itu untuk menjaga kawasan dari serangan balik komunis. Isu yang dibawa tentara waktu itu PKI akan menyerang balik dan membunuh tokoh-tokoh Marhaen.

Suatu pagi, Putu mendengar dari ibunya ada 14 orang PKI yang diangkut tentara dengan truk. Salah satu orang yang diangkut ke truk, masih ada hubungan saudara dengan Putu, diangkut tentara karena dilaporkan sebagai simpatisan Buruh Tani Indonesia (BTI). 

Saat di jalan raya, Putu melihat ada iring-iringan orang berjalan menuju kuburan. Orang terdepan tangannya diborgol dan dikawal pemuda BM. Ada yang membawa parang, ada yang membawa arit Ansor (clurit).

Orang yang dibawa ke kuburan adalah orang yang "kena garis". Dia adalah "tokoh" PKI dari Tibudalem. Orangnya tinggi besar, tapi wajahnya sudah kuyu, matanya layu, hanya mengenakan kain dan baju kaos.

Dari suara-suara orang yang membawanya ke kuburan, Putu tahu orang PKI ini akan dibunuh di kuburan dengan cara digorok. Semua berebut ingin membacok laki-laki yang diborgol ini. Putu akhirnya melihat pembunuhan "tokoh" PKI itu dengan mata telanjang dari jarak yang dekat. 

Di hari lainnya, Putu juga mendengar pembantaian orang PKI di kuburan desa. Orang PKI disuruh membuat lubang kuburnya sendiri, lalu disuruh tidur di lubang itu dan dibacok dari atas. Lubang kubur kemudian ditimbun. Putu mendengar cerita itu sambil lalu.

Ia sudah bosan dan imun dengan kabar pembunuhan sadis sejenis ini. Situasi di desa semakin gawat. Putu akhirnya dibawa ke Denpasar untuk tinggal bersama salah seorang kerabatnya yang anggota tentara.

Sekitar awal Juni 1966, sekolah kembali dibuka dan Putu Setia kembali pulang ke Tabanan. Kepala sekolah, Pak Dedeh, menyampaikan kabar, dua guru PKI yang mengajar di SMPN Bajera terkena "garis". Tidak ada murid yang "kena garis".

Sedangkan di SLUB ada beberapa murid yang "kena tumpas", tapi tidak disebutkan jumlahnya. (tim Beritabali.com/Bersambung)

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami