Gubernur Komit Tuntaskan Problem Tata Kelola Aset di Gili Trawangan
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, NTB.
Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Dr H Zulkieflimansyah mulai mengambil sikap serius, terkait problem tata kelola aset milik Pemprov NTB yang tak terselesaikan sejak tahun 1995, di kawasan wisata eksotik Gili Trawangan.
Melalui Kepala Biro Humas dan Protokol Provinsi NTB, Najamuddin Amy S Sos, Gubernur NTB Dr H Zulkieflimansyah membuktikan komitmen penuntasan polemik aset di Lombok Utara ini mencapai kemajuan baru.
"Sebuah kemajuan yang belum pernah dicapai oleh para pimpinan daerah NTB sebelumnya," ujar Najamuddin, Sabtu (5/12).
Adapun raihan capaian sengkarut tata kelola aset di Gili Trawangan di era Gubernur Zulkieflimansyah ini, yaitu adanya penandatanganan Surat Kuasa Khusus (SKK). Yakni bantuan hukum non litigasi atas lahan Pemprov NTB oleh Gubernur NTB dan Kejati NTB. Penandatanganan SKK dilakukan usai meninjau keberadaan aset tersebut di Gili Trawangan, Senin (23/11) lalu.
"Dengan adanya SKK ini, Kejati NTB kini memiliki dasar untuk melakukan kajian terkait penyelesaian aset Pemprov NTB di Gili Trawangan," ujar Najamuddin.
Pemprov NTB juga terus berkoordinasi dengan KPK dan Asdatun Kejati NTB, untuk menemukan solusi terbaik. Dalam pengelolaan aset yang masih dikuasai pihak ketiga. Pemprov NTB juga telah memberikan data dan informasi yang dibutuhkan guna menuntaskan melalui jalan terbaik. Untuk diketahui, Pemprov NTB memiliki aset tanah seluas 65 hektare di Gili Trawangan Lombok Utara.
Sesuai perjanjian kontrak produksi Nomor 1 Tahun 1995, aset tersebut dikerjasamakan dengan PT GTI, dengan jangka waktu kerjasama selama 70 tahun. Sayangnya, nilai royalti yang diperoleh Pemprov dari kontrak panjang ini hanya sebesar Rp 22,5 juta per tahun.
Seiring berjalannya waktu, nilai sewa dalam kontrak itu dipandang sudah sangat tidak sepadan dengan nilai aset tersebut. Apalagi, di lahan milik Pemprov NTB tersebut, telah berdiri bangunan permanen untuk aktivitas bisnis. Seperti hotel, kafe, rumah makan, bar, dan restoran.
Berbagai pihak telah mendorong agar kontrak sewa lahan itu ditinjau kembali. Karena dinilai sangat merugikan Pemprov NTB. Namun sejak 1995 hingga sekarang, tidak ada kemajuan berarti yang dicapai untuk menuntaskan problem ini.
Reporter: Humas NTB