Ini Biang Kerok 'Kiamat' Pekerja di Inggris
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DUNIA.
Sebuah laporan penelitian mengungkapkan penyebab dari krisis tenaga kerja yang terjadi di Inggris. Laporan itu dirilis oleh Centre for European Reform (CER) dan Inggris, Selasa (17/1/2023).
Dalam laporannya, CER mengatakan kekurangan 330.000 orang di angkatan kerja Inggris disebabkan oleh keluarnya London dari Uni Eropa (UE) atau yang biasa disebut Brexit.
"Sistem imigrasi sistem poin pasca-Brexit, dengan desain, mempersulit mereka yang tidak memiliki kualifikasi untuk pindah ke Inggris untuk bekerja. Sistem tersebut mulai berlaku pada Januari 2021 dan pada Juni 2022 terdapat kekurangan 460.000 pekerja UE," demikian temuan penelitian tersebut yang diwartakan The Guardian.
Meski mendapatkan peningkatan imigrasi dari negara-negara non-UE, jumlah itu masih tidak cukup untuk mengompensasi hilangnya pekerja dari negara-negara Benua Biru.
"Kedatangan 130.000 pekerja non-Uni Eropa meredam pukulan tetapi tidak menutup kesenjangan, meninggalkan 'kekurangan besar' di enam sektor utama."
Secara rinci, transportasi dan pergudangan paling terpukul, dengan pengurangan 128.000 pekerja UE, atau 8 persen dari total pekerjaan di sektor itu. Di bidang grosir dan eceran, penurunannya mencapai 3 persen.
Kemudian, di sektor perhotelan dan makanan ada penurunan hingga 4 persen. Manufaktur dan konstruksi masing-masing turun 2 persen, dan ada penurunan 32.000 pekerja asal negara-negara UE di bidang administrasi dan jasa pendukungnya.
"Di sektor-sektor yang lebih terampil, seperti perawatan kesehatan, pendidikan, dan teknologi informasi dan komunikasi, peningkatan pekerja non-UE lebih dari kompensasi atas kerugian mereka yang berasal dari UE," laporan itu menemukan.
Laporan CER datang beberapa bulan setelah pendukung utama Brexit, kepala eksekutif Next, Lord Wolfson, meminta pemerintah untuk meninjau kembali aturan imigrasi untuk menarik kembali pekerja UE.
Bulan lalu sebuah laporan juga memperingatkan bahwa angkatan kerja Inggris yang menyusut dapat menempatkan ekonomi pada risiko pertumbuhan yang lebih lemah dan inflasi yang terus-menerus lebih tinggi. Faktor-faktor di balik tren tersebut termasuk hilangnya kebebasan bergerak, tetapi juga hilangnya banyak orang berusia di atas 50 tahun dari angkatan kerja.
Gubernur Bank of England, Andrew Bailey, memperingatkan pada Senin bahwa kekurangan pekerja masih dapat menimbulkan resiko besar yang berkontribusi terhadap inflasi melalui pertumbuhan upah.(sumber: cnbcindonesia.com)
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/net