search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Nawanatya III, Dari Joged Jaruh Hingga Keberagaman Etnis Tanjung Benoa
Minggu, 8 April 2018, 12:50 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com.Denpasar, Dari imbauan tentang bahaya Joged Jaruh (jogged yang tak senonoh-red) hingga keberagaman etnis  Tanjung Benoa menjadi menu pertunjukkan di Gelar Seni Akhir Pekan (GSAP) Bali Mandara Nawanatya III, Jumat malam (6/4) di panggung Natya Mandala, Taman Budaya, Denpasar. 
 
[pilihan-redaksi]
Mengawali parade Janger di Bulan April, dua sekolah menengah pertama yakni SMP Negeri 1 Sukawati dan SMP Negeri 3 Kuta Selatan hadir dengan persembahan yang sarat akan makna. Kedua sekolah ini sama-sama mengakui dengan waktu satu bulan latihan inilah yang dapat dihasilkan. Sebagai penampil pertama, SMPN 1 Sukawati mempersembahkan Janger yang dikreasikan dengan Dolanan dengan tajuk ‘Dalem Sangut Adu Ide’. 
 
Dalam janger kreasi tersebut, mengangkat kisah Dalem dan Sangut yang sama-sama memiliki sanggar joged. Saat adu tarian, ada tarian joged yang dinilai tak senonoh dan menyimpang dari pakem joged yang sejatinya. Joged itulah yang kini kian meresahkan yakni joged jaruh. “Kisah ini kami jadikan sebagai alur penampilan kami sebab bermula dari kekhawatiran kami teradap merebaknya joged jaruh yang kian meresahkan masyarakat,”ujar I Wayan Wiryawan. 
 
Pria yang bertugas sebagai pembina tabuh SMPN 1 Sukawati ini pun mengaku, mengkreasikan janger dengan dolanan adalah sah-sah saja. “Seni itu tidak kaku, jadi kami kreasikan dengan dolanan agar persembahan kami dapat menyatu dengan penonton,” terangnya yakin. Benar saja, persembahan yang dibawakan Suspensa (SMP Negeri 1 Sukawati-red) pun senantiasa mengundang gelak tawa penonton berkat guyonan yang dilontarkan Dalem dan kawan-kawan. 
 
Seusai melihat persembahan dari bumi seni Gianyar, penonton pun diajak ke Bali bagian selatan yakni Tanjung Benoa. Kisah nyata yang dibawakan menjadi janger kreasi ini pun menceritakan tentang asal mula wilayah Tanjung Benoa yang merupakan akulturasi antara Bali, etnis Tionghoa dan Jawa. Bermula dari perebutan wilayah, hingga akhirnya memutuskan untuk bekerja sama guna melawan penjajah Belanda sekitar tahun 1750. 
 
Pada kesempatan kali ini, SMP Negeri 3 Kuta Selatan-lah yang mempersembahkan kreasi yang sarat akan sejarah ini. “Kami ingin masyarakat tahu terkait asal mula wilayah Tanjung Benoa melalui penampilan yang kami persembahkan,” terang I Nyoman Nircaya. Dirinya yang berprofesi sebagai seniman di Sanggar Segara Madu ini pun menyatakan bahwa penampilan kali ini adalah kolaborasi antara SMP Negeri 3 Kuta Selatan dan Sanggar Segara Madu. 
 
“Ini persembahan kolaborasi yang kami siapkan selama satu bulan namun intensifnya itu pada 2 minggu terakhir ini,” ucapnya. Meski waktu latihan tergolong singkat, SMPN 3 Kuta Selatan pun sukses memukau penonton dengan persembahannya yang kaya akan akulturasi budaya. Tentunya, inilah yang menjadi harapan Nircaya dan masyarakat lainnya, bahwa perbedaan bukanlah sekat pemisah melainkan sarana untuk mempersatu bangsa. “Kita ingin menyadarkan masyarakat yang masih berpikir rasis atau radikal, bahwa perbedaan yang diciptakan Sang Pencipta bukanlah pemecah belah bangsa, namun inilah yang menyatukan Indonesia hingga detik ini,” ungkapnya dengan gurat serius.
 
Tak Kalah Bermakna sore harinya sebelum pementasan SMPN 1 Sukawati dan SMPn 3 Kuta Selatan, masyarakat mendapat suguhan gerak polos anak-anak TK/Paud. Gerak polos dibarengi dengan ekspresi yang polos pula, membuat para penonton tak jemu memerhatikan setiap gerakan bocah-bocah tersebut. Kali ini, taman kanak-kanak yang berkesempatan untuk tampil di Angsoka, Art Center yakni TK Dwijendra dan TK CHIS Denpasar. 
 
[pilihan-redaksi2]
Sebagai penampil pertama, TK Dwijendra pun menampilkan sejumlah penampilan atraktif, diantaranya peragaan busana adat ke pura, Tari Gopala, dan Tari Cublek-Cublek Suweng. Melihat anak didiknya dapat tampil dengan maksimal, Ni Luh Putu Dewi Sumaryati tak menampik bahwa ini semua karena persiapan yang dilakukan dengan matang. “Kita persiapkan ini selama sebulan dan kami sudah memiliki ekstrakurikuler yang berjalan setiap hari Sabtu jadi anak-anak sudah terbiasa,” terangnya. Tak hanya itu, Sumaryati pun menambahkan bawasannya ini kali kedua TK naungannya tampil di Nawanatya, sehingga alurnya pun telah dikuasai guru pembimbing. 
 
Tak jauh berbeda, Monica Sri Rejeki selaku Kepala Sekolah TK CHIS Denpasar pun mengungkapkan ini kali keduanya TK CHIS mengisi Nawanatya. “Ini kali kedua kami tampil di Nawanatya, sehingga kami siap,” ujarnya mantap. Monica pun menambahkan ada sedikit kesulitan yang dirasanya, mengingat latar belakang siswa-siswinya yang mayoritas beretnis Tionghoa, anak-anak pun harus diajarkan dengan baik mengenai tari-tarian khas Bali. Meski demikian, TK CHIS Denpasar sukses membuat penonton yang hadir terhibur dengan mempersembahkan Tari Janger, Lagu Juru Pencar, Permainan Meong-Meongan, Tari Shou Juan Hua, Modern Dance (Better When I’m Dancing), Lagu The Wheels on the Bus, Lagu Ai Shang You Er Yuan, Lagu Dari Sabang Sampai Merauke. 
 
“Dalam tampilan ini, kami tak hanya menampilkan tarian Bali tapi kami juga kombinasikan dengan tari dan lagu yang berlatar Chinese, sehingga disini ada akulturasi,” ungkap Monica menutup pembicaraan. (bbn/rls/rob)

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami