Pengamat Sebut Peraturan Menlu Bukan Berarti Atlet Israel Tidak Bisa Datang
bbn/Anadolu agency via bbc.com/Pengamat Sebut Peraturan Menlu Bukan Berarti Atlet Israel Tidak Bisa Datang.
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DUNIA.
Sejumlah pengamat hubungan internasional menilai Indonesia disebut "masih bisa menerima" kedatangan atlet Israel dalam World Beach Games 2023 di Bali sepanjang momentumnya "tidak dimanfaatkan untuk hal-hal politis.
Hal itu menyusul penolakan Gubernur Bali I Wayan Koster terhadap keikutsertaan atlet Israel dalam kejuaraan olahraga air dan pantai, di mana Bali akan menjadi tuan rumahnya pada 5-12 Agustus 2023.
Alasan penolakan Koster salah satunya adalah Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 3 Tahun 2019 tentang Panduan Umum Hubungan Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah.
Di dalam Permenlu tersebut, tertulis bahwa dalam menjalin hubungan dengan Israel, pemerintah daerah perlu memperhatikan prosedur yang ada, antara lain "tidak mengizinkan pengibaran bendera dan pengumandangan lagu kebangsaan Israel di wilayah Indonesia".
Namun pakar hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, menilai sikap Koster "berlebihan".
Permenlu itu dinilai "tidak bisa menjadi pembenaran" atas penolakan Koster, sebab kedatangan atlet Israel bukan dalam konteks hubungan diplomatik dengan Indonesia.
“Permenlu itu sifatnya netral, dengan catatan pengawasannya luar biasa bahwa yang datang tidak akan memanfaatkan momentum itu untuk bicara politik, tidak akan mengeluarkan statement seolah-olah Indonesia melunak terhadap Israel dan menjadikan kedatangan atlet Israel itu sebagai langkah menuju pembuka hubungan diplomatik, kan enggak," kata Rezasyah kepada BBC News Indonesia, Kamis (6/4).
Bali ditunjuk sebagai tuan rumah World Beach Games pada 10 Juni 2022. Berdasarkan keterangan di situs Asosiasi Komite Olimpiade Nasional (ANOC) selaku penyelenggara World Beach Games, atlet Israel dalam cabang olahraga renang air terbuka dan basket 3x3 telah dinyatakan lolos kualifikasi pada Juni dan November 2022.
Penolakan Koster muncul hanya berselang sepekan setelah Indonesia dinyatakan batal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 di tengah polemik yang sama.
Menurut Rezasyah, sikap Koster kali ini "seolah ingin menunjukkan konsistensinya kepada publik" usai polemik terkait Piala Dunia U-20 lalu.
Pakar hubungan internasional dari Universitas Pelita Harapan, Aleksius Djemadu, juga menilai bahwa Permenlu tersebut tidak bisa jadi alasan "yang membatalkan" keikutsertaan salah satu negara dalam kejuaraan yang telah memiliki aturannya sendiri.
Menurut Aleksius, Indonesia sejak awal mengajukan diri semestinya sudah siap dengan konsekuensi ini.
Penolakan ini justru dikhawatirkan akan membuat Indonesia "dikucilkan" oleh komunitas olahraga internasional, terutama setelah kegagalan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20.
Sementara itu, Menteri Pemuda dan Olahraga, Ario Bimo Nandito Ariotedjo, mengatakan akan segera menemui Koster untuk mendiskusikan penolakan ini.
Namun prinsipnya, pemerintah "akan mempertahankan" posisi Indonesia sebagai tuan rumah World Beach Games 2023.
Apalagi setelah Kementerian Luar Negeri sendiri menyatakan panduan tersebut "tidak menjadi rujukan" ketika Indonesia menjadi tuan rumah ajang internasional.
"Kita akan tetap mempertahankan, dan Kemlu sudah bicara kalau World Beach Games tetap diselenggarakan. Kita berpijak pada Kemlu saja," tutur Ario.
Bagaimana Indonesia semestinya menyikapi keikutsertaan atlet Israel?
Permenlu 3/2019 mengatur ketentuan khusus terkait hubungan Indonesia dengan Israel karena Indonesia menentang penjajahan terhadap Palestina, serta dengan Taiwan karena Indonesia menjunjung "Kebijakan Satu Tiongkok".
Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, mengatakan bahwa Permenlu itu diterbitkan "untuk menghindari kesalahan dalam pengelolaan hubungan luar negeri oleh pemda".
Di dalam Permenlu tersebut disebutkan bahwa "Indonesia tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel" dan "menolak segala bentuk hubungan resmi dengan Israel".
Pemerintah daerah pun diminta memperhatikan sejumlah prosedur bahwa Indonesia seperti "tidak menerima delegasi Israel secara resmi di tempat resmi, tidak mengizinkan pengibaran atau penggunaan bendera, lambang dan atribut lainnya, serta pengumandangan lagu kebangsaan Israel di wilayah Indonesia".
Selain itu pemerintah daerah diminta memperhatikan bahwa "kehadiran Israel membawa implikasi pengakuan politis terhadap Israel".
Kunjungan warga negara Israel ke Indonesia pun "hanya dapat dilakukan dengan menggunakan paspor biasa" dan otorisasi pemberian visa dapat dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM dalam bentuk afidavit melalui KBRI di Singapura atau Bangkok.
Tetapi menurut pengamat hubungan internasional, Teuku Rezasyah, tersebut "tidak bisa ditafsirkan bahwa atlet Israel tidak bisa datang ke Indonesia".
Ketua Komite Olimpiade Indonesia (NOC), Raja Sapta Oktohari, meminta semua pihak untuk "menahan diri" dan "menghentikan kegaduhan".
Menanggapi penolakan Koster, dia mengatakan bahwa perhelatan World Beach Games biasanya "memang diadakan tanpa pengibaran bendera dan lagu kebangsaan".
"Itu sudah menjadi kesepakatan dari awal," tutur Raja.
"Concern kami, jangan sampai gara-gara bendera orang lain, lagu Indonesia Raya dan bendera Merah Putih jadi enggak bisa berkibar di negara lain," sambung Raja.
Hingga Kamis (6/4), NOC mengaku belum ada komunikasi formal dari Koster terkait keberatannya.
NOC akan berkomunikasi dengan Koster untuk mendiskusikan persoalan ini. Olahraga, kata Raja, "harus bebas dari unsur politik".
"Jangan sampai preseden Piala Dunia U-20 kemarin menjadi efek domino untuk olahraga Indonesia yang memberikan mudarat besar bagi Indonesia ke depan," ujar Raja.
Sebelumnya, Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, telah menyatakan bahwa Permenlu itu "berlaku untuk pemda, tidak dalam kerangka internasional".
"Kan sudah ada beberapa preseden kegiatan yang kita menjadi tuan rumah event internasional dan pedoman itu tidak menjadi rujukan," kata Faizasyah kepada wartawan pada Rabu (05/04).
Indonesia 'bisa dianggap plin plan'
Penolakan terhadap keikutsertaan Israel, kata Aleksius, bisa memiliki efek berantai terhadap upaya gencar Indonesia menjadi tuan rumah perhelatan olahraga dan konferensi internasional.
Baca juga:
Koster Tolak Tim Israel, Penyelenggara ANOC World Beach Games Minta Solusi Tak Sebatas Menolak
Apabila polemik ini berujung sama seperti nasib Piala Dunia U-20, maka upaya Indonesia untuk mengajukan diri sebagai Olimpiade 2023 pun bisa terpengaruh.
"Indonesia bisa dianggap plin plan, ingin menggebu-gebu, tapi tidak mau menerima konsekuensinya. Kredibilitas negara menjadi tidak konsisten, tidak menjadi anggota komunitas internasional yang menuruti aturan main," ujar Aleksius.
Menurut Aleksius, hal ini semestinya sudah disadari sejak awal sebagai konsekuensi yang akan muncul ketika Indonesia mengajukan diri sebagai tuan rumah.
Pemerintah daerah pun, semestinya "satu suara" dengan pemerintah pusat terkait hal seperti ini.
"Seharusnya semua duduk bersama, jangan satu mengiyakan, satu menolak. Itu kan cerminan negara yang amburadul, dunia internasional tidak akan percaya lagi dengan Indonesia," ujar dia.
Polemik ini pun, dia sebut "penuh dengan konflik kepentingan dan inkonsistensi" sehingga "sulit dipisahkan dari kondisi politik jelang Pilpres 2024". (sumber: bbc.com)
Editor: Robby
Reporter: bbn/net