search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Praja, Tradisi Jelang Khitanan Naik Jaran Kamput
Selasa, 11 Oktober 2022, 19:24 WITA Follow
image

beritabali/ist/Praja, Tradisi Jelang Khitanan Naik Jaran Kamput.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, NTB.

Suara tabuhan Gendang Beleq mengiringi jaran kamput atau yang akrab dikenal warga Sasak sebagai jaran mati. 

Di atas jaran yang diangkat oleh empat orang tersebut, terdapat anak-anak yang akan dikhitan. Oleh masyarakat Desa Senggigi, Kecamatan Batulayar, Kabupaten Lombok Barat, menyebutnya dengan sebutan Praja. Anak diarak keliling untuk menghibur agar tidak menangis saat disunat. Dan, kegiatan ini seringkali dilakukan jika ada khitanan.

Seperti yang terlihat di dusun Kerandangan pada Sabtu (8/10) sore, serombongan orang berjalan menyusuri jalan Wisata Alam Kerandangan. Mereka membawa gendang sebagai alat musik tabuh dan memikul anak kecil. Sedangkan di tepi jalan, warga berdiri menyaksikan sambil bersorak gembira.

Serombongan orang itu sedang mempertahankan tradisi leluhur mereka. Itulah arak-arakan Praja untuk menyambut anak laki-laki yang akan disunat atau dikhitan sebagai tanda menginjak besar.

Kegiatan (arak-arakan Praja) ini dilakukan selama dua hari. Hari pertama sebelum dikhitan, maka anak tersebut harus di arak keliling kampung, hal itu agar masyarakat tahu jika sang anak nantinya akan dikhitan. Pada hari kedua, anak tersebut kembali diarak untuk menghibur sang anak agar tidak menangis saat disunat.

“Tradisi arak-arakan Praja ini sebenarnya melambangkan sebagai bentuk kasih sayang orang tua terhadap anaknya,” ungkap salah seorang tokoh masyarakat dusun Kerandangan saat ditemui ditempat acara, Sabtu (8/10).

Dikatannya, memang secara aturan tertulis ataupun adat, tidak ada yang mengharuskan warga untuk menggunakan Praja atau jaran mati itu saat melakukan sunatan. Hanya saja, itu merupakan kebiasaan yang sudah turun temurun yang menjadi peninggalan nenek moyang terdahulu.

“Jadi, karena Praja ini merupakan warisan nenek moyang kita, sehingga kita berupaya untuk melestarikannya supaya anak cucu nantinya dapat meneruskannya," katanya. 

"Masyarakat yang lain juga ikut mengiringi arak- arakan itu. Ini juga sebagai ajang hiburan bagi masyarakat Senggigi jika ada yang sunatan,” tambahnya.

Terpisah, Kepala Desa Senggigi, Mastur mengatakan Pemdes Senggigi sangat mendukung dan terus berusaha melestarikan kearifan lokal, yang salah satunya adalah Praja ini. Menurut dia, selain untuk menjaga warisan budaya nenek moyang terdahulu, di satu sisi hal itu juga sebagai upaya untuk mengangkat minat para wisatawan untuk datang ke desa Senggigi.

“Termasuk Praja saat sunatan ini memang selalu digunakan di tengah masyarakat. Dan ini salah satu daya tarik bagi para wisatawan,” katanya.

Mastur berharap agar tradisi -tradisi terdahulu yang mulai jarang dilakukan oleh warga supaya diangkat kembali. Hal ini bertujuan agar tradisi tersebut dikenal oleh masyarakat luas,baik nasional maupun internasional. 

"Gali semua potensi tradisi kita untuk menjadi attraction di kawasan wisata Desa Senggigi ini," pungkasnya.

Editor: Robby

Reporter: bbn/lom



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami