Apa Saja Bahaya Hubungan Seks di Usia 'ABG'?
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Tanya: “Dok, aku kemarin menonton video yang isinya tiga pelajar SMP pada berhubungan seksual, bergantian, dua cowok, satu cewek, masih berpakaian sekolah. Aku jadi jijik dan khawatir, apa memang seperti ini kebanyakan ABG (anak baru gede--remaja) jaman sekarang? Aku punya dua adik perempuan yang masih SMP dan SMA, jadi takut juga. Soalnya keduanya pulang sekolah sering terlalu sore, jangan-jangan juga sudah seperti itu. Ibuku juga ikut khawatir jadinya. Seandaikan memang itu semua sudah terjadi, maksudnya sudah terjadi hubungan seksual di usia ABG seperti itu, apa bahayanya Dok? ” (Ami, 21)
Jawab: Respon khawatir menyikapi kasus seperti ini adalah hal yang sangat wajar. Semua pihak, terutama orang dewasa sering kali kemudian memandang hal seperti ini adalah sebuah kesalahan murni di para pelaku yang masih usia muda, usia remaja. Padahal ini bukan kasus satu-satunya, tetapi banyak lagi terjadi kasus serupa, baik yang juga terekam atau yang lebih banyak lagi tidak sampai terekam dalam bentuk video ataupun foto.
Ini yang semua pihak harus mau membuka mata dan mengakuinya bersama juga. Dan kejadian seperti ini bukan kali ini terjadi, bisa jadi sudah banyak terjadi saat orang-orang tua jaman sekarang masih muda dulu, tetapi tentu saja tidak sampai ketahuan karena tidak ada media untuk mendokumentasikannya seperti jaman sekarang. Ini bisa dianggap sebagai ekses lain dari kemajuan teknologi juga.
Lalu, melihat kasus ini sebagai sebuah fenomena gunung es, dengan kasus yang terekspos seperti ini sebagai puncak gunung yang terlihat dari banyaknya kasus lain sebagai dasar gunung es, harusnya kita semua mulai berpikir lebih logis dan sistematis dengan apa yang sedang terjadi, kejadian dan apa yang bisa terjadi dari kasus hubungan seksual di usia remaja. Juga apa saja kemungkinan bahayanya.
Pertama, jika remaja sudah mulai melakukan aktifitas seksual atau hubungan seksual, tentu yang harus dilihat adalah sesungguhnya mereka dalam tahapan psikoseksual yang memang sudah dalam usia bisa melakukannya. Fase genital atau fase dimana manusia sudah mulai menikmati secara sadar kenikmatan seksual ada pada area sensitif, terutama pada organ kelamin, sudah dialami sejak usia 12 atau 13 tahun, mengawali masa puber seorang anak, yang selanjutnya mulai berubah sebutannya menjadi seorang remaja dengan puncak maksimal pubertas biasanya terjadi di usia 17 atau 18 tahun.
Artinya, pada usia ini dorongan seksual secara ilmiah sudah mulai muncul dan disadari bahkan dicari, tetapi sering kali masih belum sesuai dengan kematangannya yang lain. Kematangan biologis, kematangan psikis dan kematangan sosialnya.
Kedua, jika remaja sudah melakukan hubungan seksual, apakah sudah pas waktunya? Tentu saja kembali ke pernyataan di atas. Penjelasan lanjutannya adalah, setiap hubungan seksual yang dilakukan di usia remaja sudah berpotensi terjadi kehamilan. Apakah kehamilan pada usia belasan adalah sebuah hal ideal? Tentu saja tidak.
Usia belasan tahun, panggul dan kandungan belum benar-benar siap akan kehamilan. Usia terbaik buat kehamilan pertama adalah dalam rentang 20-25 tahun. Jika terlalu muda maka ancaman perdarahan, keguguran, bisa terjadi. Belum lagi secara psikis tentu saja si remaja akan belum siap menjalani kehamilan.
Usia sekolah mesti hamil tentu sangat berat, usia remaja yang harusnya masih perlu dinikmati bersama teman-temannya juga akan lenyap. Si remaja akan banyak tekanan melalui kehamilan usia remajanya. Belum lagi secara sosial dan finansial tentu saja masih banyak kebutuhan yang harusnya perlu disiapkan dulu sebelum siap punya anak dan berumah tangga.
Baca juga:
Ini Alasan Larangan Hubungan Seksual Sedarah Atau Incest Selain Moral
Ketiga, kalaupun kehamilan yang menjadi sebuah hal yang tidak diharapkan ternyata terjadi, akan menimbulkan banyak masalah baru. Jika ternyata ingin diakhiri dengan aborsi, ancaman aborsi yang tidak aman bisa terjadi. Mulai dari perdarahan, infeksi, hingga kematian jika dilakukan tidak steril. Mau tetap dipelihara kehamilannya, dilahirkan sembunyi-sembunyi dan anak diberikan kepada orang lain yang lebih mampu memeliharanya? Ini juga akan memunculkan masalah lebih kompleks lagi.
Keempat, jangan lupa, hubungan seksual yang dilakukan terlalu dini juga memberi peluang untuk makin memanjangnya rentang masa coba-coba dalam berpacaran, dengan salah satunya kemungkinan juga bergonta-ganti pasangan dalam berhubungan seksual, yang akhirnya ancaman Infeksi Menular Seksual, hingga HIV AIDS pun bisa terjadi.
Sesungguhnya sejak lama, hubungan seksual di usia remaja atau usia sekolah sudah terjadi. Dan bukan baru kali ini saja. Penelitian Prof. Wimpie Pangkahila pada tahun 1981 adalah salah satu yang paling populer, yang secara deskriptif membuka mata banyak pihak bahwa kejadian hubungan seksual di kalangan remaja sudah terjadi di banyak daerah di Indonesia. Setelah itu banyak lagi beberapa penelitian yang menyampaikan hal yang juga serupa. Intinya hubungan seksual bukan lagi hal yang biasa dilakukan orang dewasa, tetapi juga remaja.
Dan dalam realitanya jika terjadi, lagi-lagi, remaja seringkali disudutkan sebagai pelaku dan dianggap pendosa dan pelaku kesalahan yang tidak bermoral. Padahal sesungguhnya dosa dan hal-hal yang disebut tidak bermoral justru sudah dipertontonkan oleh orang dewasa dalam beragam kasus kriminalitas yang sering kita baca dan tonton di media.
Menempatkan remaja dalam kasus ini sebagai pelaku kejahatan sebenarnya adalah hal yang tidak tepat, justru yang lebih tepat mereka sesungguhnya adalah korban. Korban sebuah sistem, dimana orang tua tidak peduli dan tidak mengajarkan hal-hal baik, sekolah yang hanya mengejar nilai akademis dan prestise sekolah, lingkungan yang makin permisif secara seksual, hingga pemerintah yang tidak juga sampai sekarang menyediakan kurukulum pendidikan seksual yang sesuai dan komprehensif untuk membentuk remaja menjadi paham dengan seksualitasnya, tahu resiko dan bertanggung jawab dengan dirinya.
Karenanya marilah bersama-sama momentum seperti ini dijadikan refleksi bersama, bahwa semua pihak harusnya saling sepaham, bahu membahu dan mendukung proses tumbuh kembang, pemberdayaan remaja dan generasi muda kita. Supaya senantiasa cerdas, sehat, kreatif dan sanggup bertanggung jawab.
Ambil porsi sesuai kemampuan masing-masing, dengan juga melengkapi diri untuk bisa mendukung edukasi buat anak dan remaja. Jadikan diri kita juga sebagai contoh dan role model yang baik buat anak dan remaja. Dan yang juga penting, jika kasus seperti ini terjadi, jangan pernah akhirnya membuat hak si anak akan pendidikan juga terambil. Itu sama dengan memutus masa depannya.
Editor: Juniar
Reporter: bbn/tim