search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Lovina dan Sejarahnya
Selasa, 12 Juli 2011, 10:05 WITA Follow
image

www.balitraveller.com.au/lovina

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, BULELENG.

Tahun 1949 tanah air kita, Indonesia, mulai terbebas dari kehadiran penguasa kolonial Belanda. Anak Agung Panji Tisna pernah berpesan kepada para generasi muda, bahwa di jaman kemerdekaan ini agar generasi muda belajar mandiri, bila perlu menjadi wiraswasta. Beliau memberi contoh konkrit. Setelah beliau membangun gedong bioskop “Maya Theater”, beliau mendirikan perguruan “Bhaktyasa”, kemudian perpustakaan UAB (Udyana-Adnyana-Buana). Disamping itu A. A. Panji Tisna sangat mencintai pertanian dan beliau membangun perkebunan jeruk di areal perbukitan desa Seraya - Buleleng. Hasil buah jeruknya waktu itu sangat bersaing dengan jeruk Tejakula / Bondalem.

Tahun 1953 beliau (A.A.Panji Tisna) mulai membangun tempat istirahat di tepi pantai berlokasi di pantai Kampung Baru, desa Tukad Cebol (sekarang desa Kaliasem). Selain dibangun restoran juga dibangun 3 kamar tamu. Peristirahatan itu diberi nama Lovina.

A.A. Md. Udayana (dr.A.A.Md Udayana almarhum) dan A. A. Ngurah Sentanu yang sedang remaja ikut membantu proses pembangunan tersebut. A.A. Panji Tisna berpesan agar jangan ada orang berburu dilokasi itu. Sebuah papan dipasang dengan tulisan: "Biarlah tupai dan burung hidup bebas". A.A. Md. Udayana berangkat ke Belanda untuk melanjutkan sekolahnya disana. Sedangkan A.A. Ngurah Sentanu melanjutkan aktif  meladeni tamu pengunjung di restoran Lovina, yang ramai pada hari Minggu dan hari Raya. Waktu itu, selain pelajar dan umum,  pengunjung banyak dari kalangan birokrat, kepala kantor / instansi, dokter, kepala bank. Waktu itu Singaraja adalah ibu kota provinsi Nusa Kecil / Nusa Tenggara.

Tahun 1959, A A Panji Tisna sering memberikan wejangan. Beliau berkata, bahwa peristirahatan Lovina ini lebih cocok dikelola oleh orang muda. Kemudian beliau menganjurkan agar A. A. Ngurah Sentanu melanjutkan usaha Lovina itu. Untuk itu dibuatkan surat akta jual beli dihadapan Punggawa Banjar. Sejak itu A.A. Ngurah Sentanu mulai belajar berwiraswasta sekaligus menjadi pelayan restoran Lovina, dengan mengajak kakak perempuannya A. A. Istri Bintang sebagai tukang masak.

Namun setahun kemudian (1960), ibu kota provinsi Nusa Kecil yang selama ini adalah Singaraja, di pindah ke Denpasar. Perobahan itu menjadikan Singaraja hanya sebagai kota kabupaten yang makin lama makin sepi. Nasib Lovina mendapat tantangan. Berangsur-angsur Lovina tidak bertahan secara bisnis. Akhirnya "Lovina" terbengkalai, bangunan banyak mengalami kerusakan.

Dalam majalah Reader’s Digest terbitan 1970an, ada tulisan mengenai Lovina yang dahulu pada tahun 1959 pernah di kunjungi penulisnya.  Ditulisan itu disebutkan Lovina sebagai tempat wisata pantai yang masih perawan di Bali. Ini adalah merupakan tonggak yang banyak orang tidak mengetahui, mengapa nama Lovina bisa meloncat dikenal dunia. Sedangkan waktu itu usaha pariwisata di Indonesia belum dikenal secara umum. Setelah presiden Soekarno membangun Bali Beach Hotel  di Sanur (mulai dibangun pada tahun 1963), barulah usaha pariwisata mulai dikenal.

Tahun 1970. Bandara Ngurah Rai dibuka untuk penerbangan internasional. Sejak itu Bali kedatangan banyak turis. Di Buleleng para turis langsung mencari “Lovina” yang nyatanya belum siap. Segera A A Panji Tisna membangun hotel Tasik Madu tahun (1971) yang letaknya kurang lebih 100 meter di sebelah barat "Lovina". Selanjutnya, Anak Agung Ngurah Agung membangun "Manggala Homestay" secara bertahap. Sedangkan A. A. Ngurah Sentanu sebagai pemilik "Lovina" yang bangunannya banyak mengalami kerusakan, sangat kekurangan modal dan merasa “ewuh pakewuh” untuk bersaing dengan keluarga sendiri.

Tahun 1975, A A Gothama mulai mengelola “Ayodia Accommodation” dengan cara beberapa kamar purinya di desa Kalibukbuk dibuka sebagai guestrooms atau kamar hotel. Nama "Ayodia Accommodation" pernah meng-global namanya karena Tony Wheeler dalam salah satu buku guide terbitan 1980an “South East Asia On A Shoestring”, menulisnya sebagai “The best small hotel in the world”.

Note: Semua rentangan peristiwa yang diuraikan tadi membawa pariwisata Buleleng melaju pesat.

Tahun 1978 perintis pariwisata, A.A. Panji Tisna wafat dan jenazahnya disemayamkan di hotelnya, "Tasik Madu" di desa Kaliasem. Selanjutnya dikuburkan secara Kristen di pekuburan keluarga di Bukit Golgota di bukit Seraya. Perihal Hotel Tasik Madu selanjutnya dikelola oleh salah seorang isteri beliau beserta anak2nya..

"Lovina" yang selama hampir satu generasi (20 tahun) terbengkalai, yang banyak orang bahkan sudah melupakannya, mulai 1979 dibenahi oleh pemiliknya A. A. Ngurah Sentanu. Pada Desember tahun itu juga sudah mulai menerima turis.

Perlu dicatat, bahwa sejak tahun 1980 Buleleng mulai "booming". Tempat tujuan yang dikenal wisatawan waktu itu terutama adalah "Lovina" dan "Ayodia" selain "Air Sanih"
Note: Teman-teman pengusaha juga mulai membangun hotel dan restoran. Di pantai Kubu Gembong (pantai Anturan), ada "Simon /Yuda Cottages", "Mandara Homestay", "Agung
Homestay", "Lila Cita", "Jati Reef" di pantai Tukadmungga (sekarang Pantai Hepi). Sedangkan putra almarhum A.A. Panji Tisna, A.A Made Jelantik merintis di sebelah barat pantai
Tanjung Alam dengan membangun "Krisna" Homestay.

Bersamaan dengan itu di Bali mulai ada wisata convensi. Pihak Kepolisian lebih meningkatkan keamanan di Bali, tentunya di Buleleng juga. Komandan Resort (Danres) Buleleng, Letkol Drs. I Gde Made Wismaya minta para pengusaha pariwisata di Buleleng supaya membuat wadah
/organisasi kepariwisataan, utamanya pengusaha hotel. Waktu itu tidak memungkin membentuk cabang PHRI di Buleleng, karena struktur PHRI hanya ada di daerah tingkat I, maka dibuatlah Himpunan Pengusaha Penginapan Buleleng (HPPB). Teman-teman menunjuk A. A. Ngurah Sentanu sebagai Ketua Umum.

Akhir tahun 1980, ada Kunjungan Kerja Gubernur, waktu itu Prof. Ida Bagus Mantra, akan ke Buleleng. Danres dan Bupati (Drs I Nyoman Tastera) minta kepada A. A. Ngurah Sentanu sebagai ketua organisasi pariwisata untuk menemani bapak Gubernur untuk minta perhatian beliau, karena kita (Buleleng) sedang gencar mempromosikan pariwisata. Antara lain dalam rangka kunjungannya agar Gubernur meninjau perpustakaan Panji Tisna dan “Lovina”. Kebetulan "Lovina" belum beroperasi penuh, masih dalam proses pembangunan. Bapak Gubernur sangat antusias dengan semangat masyarakat yang sedang giat membangun, khususnya di bidang pariwisata.

Setelah menyatakan dukungannya dalam pengembangan pariwisata, Bapak Gubernur Prof. Ida Bagus Mantra berpesan agar nama “LOVINA’ jangan dikembangkan, karena nama itu tidak berasal dari ucapan bahasa Bali, tegasnya. Pakai saja nama lain yang sesuai, seperti Pantai Tasik Madu, bukankah nama itu cukup bagus, juga ciptaan A.A.Panji Tisna. Tidak perlu pakai "Lovina". Demikian Prof. Ida Bagus Mantera menegaskan.

Tahun 1980. A.A. Ngurah Sentanu terus membangun “Lovina” menjadi sebuah hotel. Tetapi, karena pesan Gubernur dan sosok pribadi Ida Bagus Mantera yang dihormati dengan tulus, nama "Lovina" tidak dipakai, melainkan memakai nama “Permata Cottages”.

Tahun 1981 Pembangunan hotel di Buleleng meluas .Para pengusaha sangat kreatif dengan ciptaan nama perusahaanya masing-masing. "Hotel Baruna", "Hotel Aditya", "Angsoka" Cottages, "Nirwana" Seaside Cottages, "Samudra", "Kalibukbuk", "Banyualit", "Celuk Agung", "Astina" dan banyak nama inspiratif lainnya.

Turun Perda 1981 mengenai nama-nama kawasan wisata di Bali. Antara lain tercantum “Kawasan Wisata Kalibukbuk" yang kemudian menjadi "Kawasan Wisata Kalibukbuk/ Lovina." Tahun 1985, Bapak Bagus Putu Kari diganti oleh Bapak A. A. Ngurah Sentanu sebagai ketua PHRI Sub-Komisariat Buleleng yang masa baktinya dijalani selama dua periode. Note: Perlu dicatat Dinas Pariwisata di Buleleng waktu itu belum ada.  A. A. Ngurah Sentanu sebagai ketua PHRI Sub-Komda Buleleng bersama teman-teman anggotanya secara kompak, dengan pelbagai cara mempromosikan pariwisata Buleleng.Tahun 1980 - 1985 statistik kunjungan tamu di Buleleng 15 -20% per tahun. Dibandingkan untuk  Bali 10 -12% per tahun. Memang waktu itu Buleleng sedang booming Tahun 1987, Bapak Drs. I Ketut Ginantra waktu menjabat Bupati Buleleng, sangat concern terhadap pembangunan pariwisata di Buleleng. Saking gebunya sampai-sampai kurang cermat melihat rambu-rambu peraturan provinsi Bali. Banyak kemajuan untuk Buleleng, namun kebijakan pariwisata banyak yang kebablasan. Banyak hotel dan restoran dibangun tetapi usahanya sulit berjalan, kurang promosi dan sarana umum belum memadai. Banyak pengusaha kesulitan untuk pengembalikan kredit bank. Batas kawasan kabur. Pembangunan kurang terkontrol. Nama “Lovina” yang selama ini dianggap "tabu" akhirnya banyak dipakai begitu saja oleh siapa saja untuk apa saja dan dimana saja. Karena adanya anjuran demikian.

 



A. A. Ngurah Sentanu sebagai pemilik "Lovina" yang secara legal mendapatkan langsung dari penciptanya yaitu A. A. Panji Tisna merasa perlu menghadap Dinas Pariwisata provinsi Bali Setelah diceritakan kembali asal usul nama "Lovina", A.A. Ngurah Sentanu merasa bersukur sekali beliau-beliau di Dinas Pariwisata Bali sangat memahami. Dan nama hotel "Permata Cottages" seketika itu juga dijinkan untuk kembali menjadi “Lovina Beach Hotel”.  A. A. Ngurah Sentanu berkata menyatakan minta maaf sedalam-dalamnya kepada almarhum Ida Bagus Mantra, yang tetap dihormati walaupun sudah di alam sunia.

Sumber : Buleleng.com

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami