search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Byakukung, Ritual Bagi Tanaman Padi Yang Mulai Mengandung
Senin, 8 Oktober 2018, 06:00 WITA Follow
image

Muliarta

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Denpasar. Ritual Byakukung merupakan salah satu upacara yang dilakukan petani di Bali saat tanaman padi mulai mengandung(beling). Ritual byakukung ini adalah ritual untuk menghilangkan bahaya (untuk keselamatan) padi yang sedang hamil dan siap untuk melahirkan.

[pilihan-redaksi]
Demikian dituliskan peneliti dari Universitas Airlangga Ni Wayan Sartini dalam sebuah artikel ilmiah berjudul “Makna simbolik bahasa ritual pertanian  masyarakat Bali” yang dipublikasikan dalam Jurnal Kajian Bali Volume 07, Nomor 02, tahun 2017.

Sartini memberikan ulasan bahwa kata byakukung berasal dari kata bya dan kukung. Bya dari kata byut ‘bahaya’, kata kukung berasal dari bahasa Jawa Kuno makukung ‘badan’, tertelungkup bungkuk, bagian tengah terangkat ke atas. Badan yang tertelungkup bungkuk itu menyerupai orang yang sedang hamil.

Pendapat lain mengatakan bahwa byakukung berasal dari bya ‘prabea’ dan kung ‘kasmaran’. Dalam hal ini disebut patemoning sukla lawan swanita, kama bang lawan kama putih.

Upacara byakukung juga disebut ngiseh. Secara umum tujuan ritual ini adalah agar tanaman padi berbuah lebat (samah, nged) jauh dari segala macam gangguan dan bahaya. Makna simbolik ritual tersebut mengandaikan tanaman padi adalah seorang perempuan yang mulai ngidam. Dalam ritual tersebut petani membuat sarana sesajen yaitu tempat sesajen berupa anyaman daun kelapa dan berbentuk bulat menyerupai perut wanita hamil.

Dalam artikel yang dipublikasikan tahun 2017 tersebut diberikan ulasan bahwa wujud ritualnya dilengkapi dengan sarana rujak, umbi-umbian, kelapa muda, dan obat-obatan. Rujak adalah makanan yang disukai perempuan ngidam. Beraneka jenis umbi-umbian antara lain talas, ketela pohon, biaung, ketela rambat semuanya dikukus yang dihaturkan mengandung makna sebagi makanan kaya karbohidrat yang diperlukan janin dalam tubuh si ibu yang sedang hamil.

Kelapa muda yang berwarna kuning sebagai minumannya juga diyakini sebagai pembersih janin yang akan lahir. Dalam ritual itu juga dipersembahkan alat-alat untuk melahirkan seperti pisau dari bambu (ngaad), kulit telur, kunyit, dan benang diletakkan dalam sebuah tempat disebut kronjo.

[pilihan-redaksi2]
Pisau disimbolkan sebagai alat untuk memotong ari-ari-ari, telur simbol sebagai tempat ari-ari, kunyit obat luka, dan benang sebagai simbol pengikat tali pusar.

Makna simbolik secara umum upacara byakukung ini adalah bahwa padi yang akan mengeluarkan buah dianggap dan diperlakukan sama dengan wanita sedang mengidam atau hamil sehingga perlu diberikan makanan yang sesuai untuk kebutuhan orang hamil agar tetap sehat.

Dalam konteks ini, padi yang mulai hamil dapat terus subur sampai panen tiba dengan hasil yang melimpah.

Padi yang baru mulai keluar dari buntingnya, bakal buahnya (putik) mencuat ke atas menyerupai kadal (kumalasan) tengah menjalani proses yaitu penyerbukan. Serbuk sari (bagaikan sperma) satu serbuk yang sangat halus yang bertengger di ujung-ujung merangnya padi akan berguguran.

Serbuk sari yang jatuh ini ditadah dan diterima oleh bakal buah (bagaikan rahim ibu) yang terletak di bawahnya.

Pertemuan inilah yang menyebabkan bakal buah itu dapat menjadi benar-benar berisi (bertunas). Tanpa kejatuhan serbuksari bakal buah tidak akan terjadi. [bbn/Jurnal Kajian Bali/mul]

Reporter: bbn/mul



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami