Anak-Anak Belajar di Rumah, Bagaimana Orang Tua Ikut Menjadi Guru?
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Adanya pandemi covid-19 menyebabkan perubahan di segala aspek, terutama di bidang kesehatan, ekonomi, sosial, dan pendidikan. Aspek pendidikan sangat memperoleh perhatian penting dari pemerintah. Hal ini mempertimbangkan bahwa siswa haruslah tetap mendapat pendidikan yang merupakan bekal hidupnya, baik sejak kini maupun nanti.
Apalagi beberapa ahli memprediksi bahwa covid-19 baru mereda paling cepat bulan Juni 2020. Tentu saja anak-anak kita tidak boleh terlantar. Proses pendidikan haruslah tetap berjalan dengan baik di tengah bencana yang melanda ini. Anak-anak harus tetap kita jaga semangat belajarnya agar tetap sehat, tak mudah menyerah, dan mampu berinovasi serta mampu bertahan hidup (survive) dalam kondisi yang tidak biasa.
Indonesia khususnya Bali punya keunikan tersendiri. Dalam khazanah kearifan lokal masyarakat Bali, kita memiliki empat guru yang terdiri dari satu guru niskala (tidak terlihat) dan tiga guru sekala (terlihat). Guru niskala yaitu guru swadhyaya (Tuhan Yang Maha Esa), sedangkan guru sekala yaitu guru rupaka (orang tua), guru pengajian (guru di sekolah), dan guru wisesa (pemeritah).
Jika pada kondisi normal, guru rupaka menafkahi anak-anak, guru pengajian memberikan ilmu pengetahuan dan keterampilan, dan guru wisesa menerapkan kebijakan yang bermanfaat untuk banyak orang, maka dalam kondisi yang tak biasa ini, para guru sekala ini hendaklah menyatu, berkolaborasi, dan memberikan yang terbaik untuk anak-anak yang notabene adalah bibit dan simbol masa depan bangsa.
Saat ini ekonomi sedang terhambat bahkan hampir lumpuh. Para orang tua tak bisa hanya menjalankan peran sebagai orang tua yang mencari nafkah saja. Para guru juga tidak bisa hanya fokus mendidik siswa karena mereka juga punya anak/keluarga. Pemerintah harus mampu memfasilitasi dan mendorong sinergitas guru dan orang tua, tentunya tanpa melupakan restu dari Sang Pencipta yang merupakan takdir mutlak. Ini menjadi momentum tepat bagaimana kita menyadari bahwa pendidikan haruslah mendapat bimbingan dari catur guru agar berjalan optimal.
Jauh sebelum sistem pendidikan di Indonesia mulai ditata, Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional) telah mencetuskan sinergi tripusat pendidikan. Sinergi tripsusat pendidikan adalah suatu ikatan kolaboratif antara keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Beliau mengisyaratkan bahwa pendidikan tidak cukup oleh guru saja, namun harus dilakukan secara holistik oleh ketiga komponen tersebut. Unsur-unsur pendidikan tidak akan bisa berjalan dengan baik jika hanya dilakukan oleh guru di sekolah tanpa mendapat dukungan yang serius dari komponen keluarga dan masyarakat.
Kini beberapa puluh tahun setelahnya, ditambah dengan adanya terjangan badai covid-19 di Indonesia, prinsip dasar yang dicetuskan beliau menjadi semakin relevan, holistik, nyata dan memaksa untuk diaplikasikan. Pembelajaran berbasis daring yang dilakukan para guru kepada siswa hendaklah mendapat dukungan dari para orang tua.
Pembelajaran daring bukanlah pemberian tugas semata. Pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan telah mengamanatkan bahwa pembelajaran daring selama masa tanggap darurat lebih diprioritaskan pada keterampilan bertahan hidup, berwirausaha, publikasi kreatif, serta tidak terlalu mengejar muatan kurikulum. Di sinilah peran orang tua sangat diperlukan dan tidak kalah dominan dengan peran guru.
Kelemahan pembelajaran daring adalah guru tidak bisa mengontrol secara langsung aktivitas anak-anak. Para guru tentu saja akan mendapat input dari aktivitas yang didokumentasikan saja, ini minim data pembanding. Dengan adanya peran orang tua, aktivitas yang didokumentasikan tentu akan lebih objektif. Selain itu, dengan aktifnya orang tua, akan tercipta double power of education, di mana anak-anak akan melalui proses belajar secara bermakna. Proses edukatif inilah yang sebenarnya kita dambakan sejak dulu, yang justru baru kita temukan momentum eksekusinya di masa pandemi covid-19. “Selamat Hari Pendidikan Nasional. Belajar dari Covid-19.”
Penulis
I P. G. Sutharyana Tubuh Wibawa, S.Pd. (Guru di SDN 3 Mengwi/Mahasiswa Pascasarjana Undiksha)
Reporter: bbn/opn