Mengenal Subak, Warisan Dunia yang Dipamerkan di AMM 2022
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, NASIONAL.
Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono mewakili Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengapreasiasi pemerintah Bali atas kesediaan dan keramahannya menjadi tuan rumah Agriculture Ministers Meeting 2022.
"Menyikapi permasalahan global tersebut, Indonesia tentunya tidak tinggal diam, terus berupaya salah satunya telah menerapkan sistem Climate Smart Agriculture (CSA) berbasis kearifan lokal untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim," ujar Kasdi.
Kasdi menjelaskan, Subak yang merupakan organisasi masyarakat adat Bali dalam mengelola irigasi berlandaskan filosofi Tri Hita Karana yaitu keseimbangan dan keharmonisan antara manusia, alam, dan Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Harmonisasi kehidupan inilah yang menjadi kunci utama lestarinya budaya subak di Pulau Dewata, Bali.
Sistem irigasi Subak Bali, Indonesia, metode pengairan sawah tradisional di Bali yang terkenal dan ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia
Subak adalah sebuah organisasi yang dimiliki oleh masyarakat petani di Bali yang khusus mengatur tentang manajemen atau sistem pengairan/irigasi sawah secara tradisional, keberadaan Subak merupakan manifestasi dari filosofi/konsep Tri Hita Karana.
Tri Hita Karana berasal dari kata "Tri" yang artinya tiga, "Hita" yang berarti kebahagiaan/kesejahteraan dan "Karana" yang artinya penyebab. Maka dapat disimpulkan bahwa Tri Hita Karana berarti “Tiga penyebab terciptanya kebahagiaan dan kesejahteraan”. Penerapannya didalam sistem subak yaitu:
- Parahyanganyaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan.
- Pawonganyaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan sesamanya.
- Palemahanyakni hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam dan lingkungannya.
Kata "Subak" merupakan sebuah kata yang berasal dari bahasa Bali, kata tersebut pertama kali dilihat di dalam prasasti Pandak Bandung yang memiliki angka tahun 1072 M.
Kata subak tersebut mengacu kepada sebuah lembaga sosial dan keagamaan yang unik, memiliki pengaturan tersendiri, asosiasi-asosiasi yang demokratis dari petani dalam menetapkan penggunaan air irigasi untuk pertumbuhan padi.
Subak bagi masyarakat Bali tidak hanya sekedar sistem irigasi, tetapi juga merupakan konsep kehidupan bagi rakyat Bali itu sendiri. Dalam pandangan rakyat Bali, Subak adalah gambaran langsung dari filosofi Tri Hita Karana tersebut.
Sebagai suatu metode penataan hidup bersama, Subak mampu bertahan selama lebih dari satu abad karena masyarakatnya taat kepada tradisi leluhur. Pembagian air dilakukan secara adil dan merata, segala masalah dibicarakan dan dipecahkan bersama, bahkan penetapan waktu menanam dan penentuan jenis padi yang ditanam pun dilakukan bersama.
Sanksi terhadap berbagai bentuk pelanggaran akan ditentukan sendiri oleh warga melalui upacara atau ritual yang dilaksanakan di pura. Harmonisasi kehidupan seperti inilah yang menjadi kunci utama lestarinya budaya Subak di pulau dewata.
Reporter: bbn/tim