Jejak Konflik Keluarga Kerajaan Saudi Hingga Era Raja Salman-MbS
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DUNIA.
Sejak Juni 2017, Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MbS) telah menjalankan roda pemerintahan sebagai pemimpin de facto untuk membantu ayahnya, Raja Salman, yang semakin menua. Selama memimpin, MbS banyak menangkap keluarganya sendiri dengan berbagai alasan, mulai dari korupsi hingga dugaan merencanakan makar.
Total lebih dari 20 pangeran dan putri kerajaan telah ditangkap MbS dalam upaya 'bersih-bersih'nya.
Bila ditarik ke belakang, aksi MbS ini bukan kali pertama dan satu-satunya terjadi di tubuh kerajaan Saudi. Faktanya, keluarga monarki itu banyak menyimpan borok.
Raja Abdul Aziz bin Saud selaku raja pertama Saudi diketahui memiliki 45 anak laki-laki dari total sekitar 100 anak. Para anak laki-laki itu umumnya saling sikut demi dinobatkan sebagai pewaris takhta.
Pada tahun 1964, misalnya. Saudi saat itu dipimpin oleh Raja Saud bin Abdul Aziz. Saudara Saud, Faisal bin Abdul Aziz, tak senang dan berusaha menggulingkannya.
Faisal akhirnya berhasil menduduki posisi raja di tahun itu dan menjadi administrator yang dikenal "beda" dan visioner. Faisal merupakan orang pertama yang memprakarsai serangkaian rencana pembangunan ekonomi dan sosial yang mengubah infrastruktur Saudi. Ia juga orang yang mendirikan sekolah umum pertama bagi anak perempuan.
Namun nahas, cara-cara memimpin Faisal yang berbeda diduga tak disukai kerabatnya. Faisal dibunuh pada 1975 oleh keponakannya sendiri, Faisal bin Musaid, diduga karena telah memimpin Saudi secara bertentangan dengan yang semestinya.
Selain kejadian tersebut, Saudi juga untuk pertama kalinya memecat seorang putra mahkota. Pemecatan itu dilakukan pada Juni 2017 oleh Raja Salman terhadap Pangeran Mohammed bin Nayef yang merupakan keponakannya. Tak hanya dilengserkan dari kursi calon raja, Mohammed bin Nayef juga dipecat dari jabatan Menteri Dalam Negeri.
Setelah memecat keponakannya, Raja Salman langsung menunjuk putranya, Mohammed bin Salman (MbS), sebagai putra mahkota. MbS juga ditunjuk untuk menjabat wakil perdana menteri dan tetap menduduki posisi Menteri Pertahanan.
Pakar kajian Timur Tengah dari Universitas Indonesia Sya'roni Rofii mengatakan keputusan Raja Salman menetapkan anaknya sebagai putra mahkota yakni agar tak memutus garis takhta yang telah dicapainya.
Baca juga:
Trump: Akan Ada Kejutan Besar 15 November
Sya'roni mengamini memang ada persaingan yang terjadi atas kekuasaan de facto yang diterima MbS. Entah itu dari pihak paman dan sepupunya maupun dari saudara kandungnya.
Akan tetapi, Sya'roni menilai MbS bakal jadi calon penerus terkuat lantaran dukungan dari ayahnya yang berkuasa penuh.
"Sekarang kan tinggal kecenderungannya dalam tradisi monarki, siapa yang sedang berkuasa dia berusaha untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya dan sebisa mungkin meneruskan mahkota itu ke keluarganya sendiri," kata Sya'roni kepada CNNIndonesia.com, Selasa (8/11).
Sya'roni juga mengatakan meski MbS sudah berusaha menyingkirkan saingan-saingannya, sang Putra Mahkota masih tetap memiliki rival, salah satunya keturunan Raja Saud, yang sejak dulu dikenal vokal menentang kepemimpinan dia.
Keturunan Raja Saud itu termasuk Putri Basmah binti Saud yang sempat ditahan MbS pada 2019 namun telah dibebaskan di tahun ini.
"Basmah binti Saud itu dia tinggal di Inggris, dia cukup kritis dan pada akhirnya dia ditahan atau dipenjara tapi dia dibebaskan tahun 2021 [re: 2022] kalau enggak salah. Artinya memang mereka yang kritis itu akan berhadapan dengan MbS," ujar dia.
Selain Putri Basmah, Sya'roni juga menyoroti sejumlah pangeran seperti Pangeran Alwaleed bin Talal dan Muhammad bin Nayef yang disebut jadi saingan berat MbS.
Meski begitu, menurut Sya'roni, setelah keduanya sempat ditahan, dua pangeran itu pun "tenggelam" dan meninggalkan MbS yang makin menguat.
"Untuk saat ini kelihatannya ada Pangeran Talal, kemudian ada juga dulu Muhammed bin Nayef, tapi belakangan orang-orang itu tenggelam sehingga saya melihatnya MbS ini tidak ada saingan," ucapnya.
Pangeran MbS baru-baru ini jadi sorotan usai memvonis Pangeran Abdullah selama 30 tahun penjara. Penahanan Pangeran Abdullah itu menambah daftar panjang keluarga kerajaan yang telah ditangkapnya selama berkuasa sejak 2017.
Banyak yang menilai penangkapan yang dilakukan MbS terhadap keluarganya itu sebagai bentuk keputusasaan sang putra mahkota. MbS dianggap merasa terancam dan tak ingin kebijakan serta visinya diganggu gugat.
Lebih dari itu, aksi bersih-bersih MbS juga disebut sebagai upaya dia menunjukkan kepada dunia bahwa hanya dirinya seorang yang terkuat di Arab Saudi.
"Kalau kita lihat kecenderungannya, MbS ini ingin dilihat sebagai sosok yang visioner, paham isu ekonomi, kemudian dia juga menjadi figur yang dikenal di level internasional untuk memastikan bahwa dia jadi satu-satunya orang kuat di Saudi," kata Sya'roni.(sumber: cnnindonesia.com)
Editor: Juniar
Reporter: bbn/net