search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Amerika Alami Resesi Berkali-kali, Kali Ini Bisa yang Terparah
Sabtu, 30 Juli 2022, 10:35 WITA Follow
image

bbn/cnnindonesia.com/Amerika Alami Resesi Berkali-kali, Kali Ini Bisa yang Terparah

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DUNIA.

Isu resesi di AS sangat kencang menjelang pengumuman ekonomi AS, terutama setelah Presiden AS Joe Biden menegaskan bahwa negaranya tidak mengalami resesi meskipun ekonominya terus melambat.

"Ada begitu banyak omongan dari (pelaku pasar) Wall Street dan pengamat mengenai apakah kita tengah resesi. Dalam pandangan saya, kami tidak dalam keadaan resesi," tutur Biden, seperti dikutip dari CNN International.

Pernyataan Biden ini langsung ditanggapi ramai di Twitter. Banyak meme ataupun troll di Twitter yang menggambarkan Biden enggan mengakui bahwa negaranya tengah resesi. Namun, tidak sedikit yang menganggap pernyataan Biden sebagai kebenaran.

Sahm mengatakan ada sejumlah indikator penting yang tidak dipenuhi untuk mengatakan AS sudah masuk resesi.

"Ada banyak indikator untuk mengukur mulai dari konsumsi melandai, orang kehilangan pekerjaan, menurunnya investasi, dan sektor industri yang terus melemah. Sejumlah indikator memang ada yang terpenuhi tetapi tidak semua," tuturnya kepada TIME.

Menteri Keuangan AS Janet Yellen telah membantah negerinya mengalami resesi. Menurutnya, fakta bahwa AS masih mampu menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak 400.000 per bulan adalah bukti bahwa AS tidak tengah dalam kondisi resesi.

"Resesi, adalah pelemahan ekonomi kita yang luas yang mencakup PHK besar-besaran, penutupan bisnis, ketegangan dalam keuangan rumah tangga dan perlambatan aktivitas sektor swasta," tegas Yellen dimuat CNBC International,Jumat (29/7/2022).

World Economic Forum menjelaskan bahwa sinyal awal dan paling jelas dari terjadinya adalah turunnya Produk Domestik Bruto (PDB) dalam jangka panjang. Kondisi tersebut akan menciptakan efek domino mulai dari melandainya konsumsi hingga angka pengangguran yang naik tajam.

Menurut data Dana Moneter Internasional (IMF), resesi pada negara maju biasanya berlangsung sekitar satu tahun. Berdasarkan data NBER, resesi rata-rata berlangsung selama 11 bulan. 

Penyebab resesi sangat beragam mulai dari guncangan ekonomi yang mendadak, seperti pandemi Covid-19 ataupun perang.

Inflasi AS menembus 9,1% (yoy) pada Juni tahun ini atau tertinggi dalam 41 tahun terakhir. Penyebab lain dari resesi adalah pecahnya gelembung aset di pasar saham atau resesi. (CNBC Indonesia) 

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami