AS Bawa Nuklir ke Angkasa, Mau "Bom" Rusia dan China?
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DUNIA.
Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional Amerika Serikat (NASA) mengumumkan rencana untuk menempatkan reaktor nuklir di bulan pada tahun 2030. Bukan untuk senjata melainkan sebagai "pembangkit listrik".
NASA juga telah memilih tiga proposal konsep desain untuk sistem tenaga yang siap diluncurkan pada akhir dekade ini. Nantinya, ini akan diuji oleh astronot yang kembali ke permukaan bulan di bawah program Artemis baru.
"Teknologi baru mendorong eksplorasi kami di Bulan, Mars, dan sekitarnya,"kata Jim Reuter, administrator asosiasi untuk Direktorat Misi Teknologi Luar Angkasa NASA.
"Mengembangkan desain awal ini akan membantu kita meletakkan dasar untuk memperkuat kehadiran manusia jangka panjang kita di dunia lain," tambahnya.
Tiga kontrak desain, yang akan diberikan melalui Laboratorium Nasional Idaho Departemen Energi AS, masing-masing bernilai sekitar US$5 juta. Namun, rincian proposal konsep belum terungkap ke publik.
Perusahaan yang dipilih untuk mengembangkan konsep mereka adalah Lockheed Martin (bermitra dengan BWXT dan Creare), Westinghouse (bermitra dengan Aerojet Rocketdyne), dan IX, perusahaan patungan Intuitive Machines dan X-Energy (bermitra dengan keduanya Maxar dan Boeing).
Meski demikian, sejumlah pihak mencurigai misi ini untuk menjatuhkan bom di wilayah Rusia dan China dari bulan. Meski demikian tak ada keterangan lebih lanjut dari NASA untuk mengonfirmasi isu ini.
Sementara itu, di sisi lain, misi ini telah diperingatkan akan kemungkinan serangan dari Negeri Tirai Bambu. Di mana China memiliki rudal yang dapat diluncurkan dari darat ke luar angkasa guna menghancurkan satelit di luar wilayah bumi tersebut.
Kepala Angkatan Luar Angkasa AS, John Raymond mengklaim Beijing telah membangun sejumlah besar teknologi luar angkasa yang dapat memerangi satelit AS. Ini termasuk pengacau reversibel dari sistem GPS AS, yang menyediakan navigasi dengan ketepatan waktu dan gangguan komunikasi satelit.
"Mereka memiliki rudal yang dapat diluncurkan dari darat dan menghancurkan satelit... Saya yakin bahwa kemampuan yang mereka kembangkan ini akan digunakan oleh mereka dalam upaya mereka dalam setiap potensi konflik," kata Raymond.
Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin saat ini merupakan pesaing terbesar Biden saat perlombaan antariksa baru. Mereka berdua bekerja pada teknologi anti-satelit serupa yang membuat para pemimpin militer waspada, sebab komunikasi dan satelit GPS adalah kunci operasi militer di banyak negara.
Di bawah kepresidenan Donald Trump, hubungan AS-China memburuk setelah ia mendirikan Angkatan Luar Angkasa, yang merupakan cabang terbaru dari militer AS. Trump ingin menjadikan AS sebagai kekuatan global yang dominan di luar angkasa, yang mendorong negara lain untuk mengikutinya.(sumber: cnbcindonesia.com)
Reporter: bbn/net