search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Seni Teater, Menjadikan Tontonan Sebagai Tuntunan
Senin, 7 Mei 2018, 18:30 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com.Denpasar, “Simpelnya, Saya ingin medharma wacana lewat kesenian khususnya seni peran,” ungkap I Dewa Ketut Jayendra serius. Pria berkaca mata ini sadar betul bagaimana membuat sebuah garapan teater agar santer menjadi tuntunan bagi para penikmatnya.
 
[pilihan-redaksi]
Tak ada yang menyangka, dibalik segudang kesibukannya I Dewa Ketut Jayendra senantiasa peduli dengan dunia sastra. Baginya, sastra adalah bagian dari kehidupan dan hal itulah yang membuat dirinya mendirikan Komunitas Teater Laboratorium Study Bali. Mengusung nama komunitas yang terbilang nyeleneh, ternyata ada filosofi tersendiri dibalik nama komunitasnya itu. 
“Kenapa laboratorium, karena teater itu sejatinya kalau kita gali, ibarat sedang memahami sebuah peristiwa dalam kehidupan dan itu perlu riset,” ujarnya. 
 
Landasan riset dalam sastra itulah yang membikin Jayendra mengambil nama ‘Laboratorium’ dalam komunitas teaternya. Mengusung riset sebagai metode dalam seni peran, mengharuskan Jayendra dan anak didiknya menyelam dalam berbagai sisi kehidupan. Sebuah garapan yang bertajuk ‘Bali Dalam Bahaya’ pun merupakan implementasi dari metode riset tersebut. 
 
“Dalam sebuah ritme pertunjukan saya selalu menggunakan pola dan rasa itu harus betul dimainkan oleh aktor itu, karena aktor itu kan melakoni sesuatu yang bukan dirinya jadi dia betul-betul harus menyelami karakter yang dimainkan,” tuturnya lantang. 
 
Adanya perselisihan saudara antara Anjani dan kakaknya, serta perselingkuhan yang dilakukan oleh Sang Ibu sehingga mendapat cupu manik yang menjadi awal mula petaka dalam bahtera rumah tangga mereka adalah sebuah ide cerita yang diangkat melalui situasi sekarang dengan mengangkat permasalah sederhana.
 
Mengangkat persoalan yang sederhana pula, komunitas teater SMA Negeri 1 Gianyar pun tampil dengan maksimal. Melakoni naskah drama milik maestro sastra Putu Wijaya, ‘AUM’ menjadi satu diantara sekian naskah sang maestro yang dipilih Dosman (SMAN 1 Gianyar). 
 
“Kita mencari substansi dari sebuah teater itu sendiri, AUM ini dipilih dan sedikit dirubah karena substansinya pas dengan kondisi saat ini dimana orang di atas (pejabat-red) menginjak yang di bawah (rakyat jelata-red),” tutur Putu Gede Pramana Putra, pembimbing dari SMA Negeri 1 Gianyar. 
 
[pilihan-redaksi2]
Mendelik penampilan kedua komunitas tersebut, A.A Sagung Mas Ruscitadewi pun mengutarakan komentarnya. 
 
“Tadi yang pertama bagus dia (SMAN 1 Gianyar-red), semua pemerannya lumayan maksimal dan AUM sendiri sudah sering dipentaskan dan mereka bisa membawakannya dengan gaya yang baru,” ujarnya. 
 
Sedangkan, pada garapan Jayendra, Mas pun menuturkan bahwa  penampil kedua tergolog sebuah drama klasik. “Karena drama klasik jadi agak sulit memang memanggungkannya, namun untuk substansi cerita sudah ada,” tambahnya.
 
Pada akhirnya semua kembali pada penuturan Jayendra, bagaimana medharma wacana lewat sebuah pertunjukan seni, yang menjadi harapan agar tontonan itu sendiri menjadi tuntunan. Sehingga penonton bisa mendapatkan sesuatu dari tontonan itu. (bbn/rls/rob)

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami