Akun
guest@beritabali.com
Beritabali ID: —
Langganan

Beritabali Premium Aktif
Nikmati akses penuh ke semua artikel dengan Beritabali Premium
Reinkarnasi dalam Perspektif Hukum dan Spiritualitas
BERITABALI.COM, NASIONAL.
Di tengah hiruk-pikuk dunia hukum yang sering dipandang kaku dan teknis, ada ruang sunyi yang mengundang refleksi lebih dalam: spiritualitas.
Dalam ruang ini, konsep reinkarnasi muncul bukan sebagai dogma, melainkan sebagai jendela batin yang membuka pemahaman tentang keberlanjutan jiwa, keadilan semesta, dan makna kehilangan.
Sebagai seorang advokat, saya terbiasa membaca pasal demi pasal, menafsirkan norma, dan membela hak. Namun, ketika kehilangan pasangan hidup karena gagal jantung, saya tidak hanya berhadapan dengan duka, tetapi juga dengan pertanyaan eksistensial: ke mana perginya jiwa yang saya cintai? Apakah hukum cukup untuk menjawabnya?
Hukum Positif dan Ruang Spiritualitas
Hukum positif Indonesia tidak secara eksplisit mengatur tentang reinkarnasi. Namun, dalam Pasal 28E UUD 1945, setiap orang berhak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan. Di sinilah hukum memberi ruang: bukan untuk menetapkan kebenaran spiritual, tetapi untuk melindungi hak setiap individu dalam menjalani keyakinannya, termasuk kepercayaan akan kelahiran kembali.
Dalam praktiknya, hukum sering kali bersinggungan dengan nilai-nilai spiritual. Misalnya, dalam perkara waris, wasiat, atau sengketa keluarga, keyakinan tentang kehidupan setelah kematian bisa memengaruhi cara seseorang menyusun kehendaknya.
Reinkarnasi, dalam konteks ini, bukan sekadar metafisika, tetapi bisa menjadi bagian dari motivasi hukum yang hidup. Spiritualitas dan Kekuatan Jiwa Reinkarnasi, bagi saya, adalah harapan. Ia bukan janji yang pasti, tetapi pelipur lara yang memberi makna pada kehilangan.
Saya merasakan kehadiran suami saya dalam doa, dalam angin pagi, dalam keputusan-keputusan penting yang saya ambil. Apakah itu bentuk reinkarnasi? Mungkin bukan dalam arti literal, tetapi dalam bentuk energi yang terus hidup dan membimbing.
Spiritualitas tidak bertentangan dengan hukum. Justru, ia bisa memperkaya praktik hukum dengan empati, kesadaran, dan kejujuran. Seorang advokat yang memahami spiritualitas akan lebih peka terhadap nilai-nilai kemanusiaan, lebih bijak dalam menyusun strategi, dan lebih tulus dalam membela keadilan.
Penutup: Hukum yang Bernapas
Reinkarnasi bukan untuk diperdebatkan secara yuridis, tetapi untuk direnungkan secara batin. Dalam dunia hukum yang sering terasa keras, spiritualitas memberi kelembutan. Ia mengingatkan kita bahwa di balik setiap pasal, ada manusia. Dan di balik setiap manusia, ada jiwa yang terus mencari makna.
Sebagai perempuan, advokat, dan pencari cahaya, saya percaya bahwa hukum dan spiritualitas bisa berjalan beriringan. Bukan untuk saling menundukkan, tetapi untuk saling menghidupkan.
Penulis,
Tri Rubiyanti, S.H.
advokat
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/opn
Berita Terpopuler
ABOUT BALI

Film Dokumenter Hidupkan Kembali Sejarah Tari Kecak di Bedulu

Makna Tumpek Landep Menurut Lontar Sundarigama

Tari Sanghyang Dedari Nusa Penida Diajukan Jadi Warisan Budaya Tak Benda

Mengenal Tetebasan Gering, Topik Menarik di Festival Lontar Karangasem
