Menjelang TPA Suwung Ditutup, TPST Mengwitani Tambah Enam Unit Alat Insinerator
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, BADUNG.
Tahap Penyelesaian Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mengwitani menambah 6 unit alat insinerator dengan teknologi Refuse-derived Fuel (RDF) untuk mengoptimalkan pengurangan volume dan menyelesaikan residu sampah dari rumah tangga dan tempat pengolahan sampah reduce, reuse, recycle (TPS3R).
Penambahan alat dan bangunan yang dianggarkan dari APBD Pemkab Badung senilai Rp26 miliar ini sebagai antisipasi jika TPA Suwung nantinya ditutup.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (LHK) Kabupaten Badung, Drs. I Wayan Puja mengatakan konsep dari alat ini agar tidak menyisakan residu dan tidak terjadi penumpukan sampah. Selain itu, hasil residu berupa abu juga bisa digunakan sebagai batako atau hasil kerajinan.
"Namun kita belum sampai di sana yang penting saat ini adalah menyelesaikan sampah itu sendiri," ujarnya di TPST Mengwitani, Rabu (23/08/2023).
Saat ditanya apakah jika TPA Suwung ditutup nantinya semua sampah di Badung bisa ditampung di TPST Mengwitani, pihaknya meyakini tidak akan bisa. Namun, hal itu menjadi mungkin jika pengelolaan sampah bisa diperkuat di desa-desa di Badung diiringi pemilahan sampah di rumah tangga.
"Solusi yang baik jika masyarakat ikut bertanggung jawab dengan sampah yang dihasilkan. Kita masih upayakan penanganan sampah di Badung ini, kalau di desa-desa sudah kuat saya yakin bisa tuntas," ujarnya sembari menyebut nantinya juga akan dibangun TPST Sangeh sebagai strategi lainnya dari Pemkab Badung.
Dr. Ir. Pramono Iriawan, ST.,M Ling, IPU, selaku pakar kebijakan lingkungan hidup dan juga sebagai Tim Ahli Wantimpres RI Bidang Lingkungan Hidup mengatakan TPST Mengwitani dapat dijadikan percontohan bagaimana pengelolaan sampah dilakukan dengan sistem terintegrasi baik mulai dari pemilahan hingga pemusnahan melalui insinerator.
Jadi lewat alat insinerator ini residu sampah pada akhirnya bisa dimusnahkan untuk mengendalikan volume limbah sampah di bagian hilirnya. Selain itu, jika pemilahan sampah dilakukan dengan baik, hasil pembakaran berupa abu juga bisa dijadikan pupuk kompos.
Disinggung mengenai minimnya kesadaran masyarakat untuk memilah sampah, Pramono menyebut hal inilah membutuhkan peran pemerintah untuk mengedukasi untuk mengubah perilaku agar penanganan sampah tidak memberatkan TPST.
"Prinsipnya, DLHK bantu sampah di masyarakat terkelola dengan baik, masyarakay berkewajiban di awal untuk pilah sampah baru kemudian ada dibawa ke bank sampah TPS3R," katanya.
"Tanggung jawab ini tidak bisa sendiri-sendiri atau spasial, harus saling sinergi banyak pihak baik dari hulu dan hilir secara bersama sama karena bila tidak akan terjadi penumpukan sampah di TPA. Ini akan timbul masalah baru penyakit, kesehatan masyarakat juga tergganggu karena terjadi penumpukan," imbuhnya.
Sementara, Prabowo pencipta insinerator dan pemegang hak paten alat tersebut menjelaskan awalnya ia menciptakan alat itu untuk meniadakan Tempat Pembuangan Akhir atau TPA. Karena, kata dia, idealnya sampah bisa dikelola dengan melakukan pemilahan di mana 60 persen yang organik bisa diolah jadi kompos, 20 persennya untuk daur ulang bisa dibawa ke industri daur ulang, sedangkan sisanya baru dimusnahkan sehingga sampah bisa dikendalikan.
Namun yang terjadi saat ini adalah masyarakat belum mampu memilah sampah dan teknologi sampah dengan campur aduk terbatas. Akhirnya, ini yang mengakibatkan beban insinerator menjadi bertambah.
"Idealnya sampah yang masuk di insenerator hanya 20 persen, tapi yang terjadi sampai 80 persen pemusnahan sampahnya. Ini menurut kami tidak benar," sebutnya.
Pihaknya berupaya menuju nilai ideal terseut dengan mendukung kampanye pemilahan dari sumbernya sehingga beban sampah yang dimusnahkan di insinerator bisa mencapai 20 persen.
"Tapi, kalau ga ada solusi lain, maka bakar di tempat," singkatnya sebagai upaya mengurangi volume penimbunan sampah.
Karina Prabowo Sanger selaku Komisaris Utama Dodika Insinerator menambahkan kelebihan dari alat ini selain bisa mengurangi volume sampah, juga asap hasil pembakaran sudah dilakukan uji emisi dengan hasil di bawah ambang batas.
"Untuk satu harinya bisa memusnahkan 15 ton sampah basah atau 20 ton untuk sampah kering. Komponennya pun bisa tahan lama dengan kondisi perapian beroperasi 24 jam," ujarnya.
Meski alat yang dijual dibanderol Rp4,5 miliar per unit ini cocok digunakan pada tiap TPS atau TPS3R masing-masing daerah, namun pihaknya berkomitmen menjual teknologi dan sistem bagi mereka yang bersinergi untuk mengatasi persoalan sampah.
"Kami jual alat tidak seperti jual rokok, tapi jual teknologi dan sistem terutama bagi dinas setempat yang konsen dengan sampah dan bersinergi untuk atasi sampah," tandasnya.
Editor: Robby
Reporter: bbn/rob