Tiga Modus Korupsi Politik yang 70 Persen Banyak Ditangani KPK
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, NASIONAL.
Terdapat sejumlah modus korupsi seperti yang dilakukan politikus ketika menjabat kekuasaan politik demi keuntungan pribadi diantaranya dari mulai penyalahgunaan jabatan hingga saat momen pembuat kebijakan.
Ketika musim kampanye terlihat "mengemis" suara rakyat, namun berkhianat ketika sudah terpilih. Mereka telah menggadaikan amanah rakyat yang diemban di pundak, hanya demi memperkaya diri dan golongan.
Maka itu, masyarakat harus memahami dan mengidentifikasi modus-modus korupsi politik yang banyak terjadi di negara ini.
Berikut adalah tiga modus utama korupsi politik yang perlu diketahui:
1. Penyalahgunaan Jabatan
Modus korupsi politik paling sering ditemui adalah penyalahgunaan jabatan oleh politikus terpilih. Dengan modus ini, mereka menggunakan jabatan untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Wuryono Prakoso, Kepala Satuan Tugas Direktorat Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK, mengatakan modus ini kerap dilakukan oleh seseorang yang memiliki kewenangan dalam memutuskan atau menyetujui regulasi atau besaran anggaran negara. Mereka juga memiliki kewenangan dalam pengawasan pembangunan atau penetapan mitra-mitra dalam pembangunan tersebut.
Selain mencari keuntungan pribadi, modus korupsi ini juga dilakukan untuk balas jasa terhadap kelompok atau penyandang dana kampanye. Contoh penyalahgunaan jabatan adalah memberikan kemudahan pada tender pengadaan barang dan jasa atau perizinan, melancarkan promosi-mutasi pegawai, atau pengangkatan eselon strategis di Kementerian, Lembaga, atau Pemerintah Daerah.
Dengan hanya mementingkan diri pribadi dan kelompoknya, para pelaku korupsi ini telah mengelabui para pemilih dan mengabaikan aspirasi rakyat.
“Saat terpilih, kekuatan yang mereka kuasai hanya untuk kepentingan segelintir orang. Suara rakyat tidak didengar lagi. Kalau tidak didengar, pasti kepentingan publik terabaikan, pelayanan publik juga pasti tidak akan optimal," kata Wuryono.
2. Korupsi pada Momen Elektoral
Korupsi politik juga dapat terjadi di saat momen elektoral. Di antara bentuknya adalah money politic, jual beli suara, atau kemungkinan terjadinya kongkalikong antara kandidat dengan penyelenggara pemilu.
Bentuk money politic yang sering ditemui adalah pembagian uang atau barang kepada masyarakat agar memilih salah satu kandidat. Ini adalah cara kotor untuk memengaruhi rakyat agar memilih kandidat yang belum tentu berintegritas. "Pada akhirnya masyarakat hanya akan melihat kandidat dari visitasi ketimbang integritas," kata Wuryono.
Modus lainnya adalah mahar politik yang diberikan kandidat kepada partai pengusungnya. Mahar yang besarannya hingga mencapai miliaran rupiah ini mampu membuat pemberinya berada di posisi teratas dalam kandidasi partai. Hal ini akan membuat para kader berintegritas yang merintis dari awal di partai tersebut kalah saing sehingga mundur dari kancah pemilihan.
Selain itu, di momen elektoral juga bisa terjadi tindakan-tindakan korupsi penggunaan sarana dan prasana kantor untuk kampanye. Wuryono mengatakan, biasanya tindakan ini dilakukan oleh petahana.
"Misalnya penggunaan kendaraan dinas, stadion, atau pengerahan kepala-kepala dinas untuk turun berkampanye. Itu semua korupsi. Hal ini bisa dilakukan karena dia menguasai aset dan anggaran sehingga gampang mengerahkan itu semua," ujar Wuryono.
3. Korupsi pada Momen Pembuatan Kebijakan
Modus korupsi politik yang juga sering ditemui adalah ketika momen pembuatan kebijakan. Para koruptor dengan kuasa dan otoritas yang dimilikinya akan memenangkan agenda kebijakan yang menguntungkan kalangan tertentu. Hal ini terjadi sebagai balas jasa terhadap para oligark yang telah membantu meringankan biaya politik mereka.
"Biaya politik itu tinggi, dan kandidat jarang membayarnya menggunakan uang pribadi. Otomatis dia akan terima sumbangan dari oligarki," kata Wuryono.
Baca juga:
Dana Korupsi Proyek BTS Bakti Kominfo Diduga Mengalir ke Tiga Parpol, Begini Respons NasDem
Wuryono melanjutkan, dengan menerima sumbangan politik ini, politikus akan terbelenggu dan merasa penuh tekanan untuk membalasnya. Pada akhirnya, produk legislasi dan keputusan yang dihasilkan tidak akan objektif.
Di antara bentuk modus korupsi pada momen pembuatan kebijakan adalah pemberian porsi APBD pada proyek-proyek pemerintah, pemenangan tender pengadaan barang dan jasa, kemudahan izin usaha, hingga regulasi yang menguntungkan sebagian pihak saja.
Berbagai modus korupsi politik pada akhirnya hanya merugikan negara dan masyarakat secara luas. Kondisi ini akan terus berlanjut jika masyarakat tidak memilih wakil yang berintegritas untuk duduk di parlemen dan pemerintahan.
KPK berharap masyarakat dapat lebih selektif dalam memilih para wakil rakyat. Salah satu caranya, kata Wuryono, adalah melihat rekam jejak para kandidat melalui berbagai media digital.
"Masyarakat bisa mengaksesnya di internet. Mereka bisa melihat apakah informasi mengenai kandidat tersebut memiliki tone negatif atau positif," kata Wuryono.
Memberantas korupsi di sektor politik sangat penting untuk mewujudkan Indonesia yang lebih bersih di masa depan. Pasalnya, lanjut Wuryono, korupsi sektor politik mendominasi kasus-kasus korupsi yang telah ditangani KPK.
"Korupsi politik mencapai sekitar 70 persen dari seluruh kasus yang ditangani oleh KPK. Jika ini bisa ditangani, maka korupsi bisa lebih mudah diberantas di Indonesia," kata Wuryono. (sumber: rilis KPK)
Editor: Robby
Reporter: bbn/rls